#8 Indonesia Merdeka

Salah satu faktor yang juga punya peranan dalam pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan adalah perkembangan dalam medan pertempuran.

Dalam bulan Juli sudah tampak gejala bahwa Jepang sudah akan menyerah. Karenanya komando tertinggi Sekutu dengan cepat mengubah strategi militernya. Dan perobahan ini menimbulkan situasi kosong kekuasaan di Indonesia.

Oleh gabungan kepala staf diputuskan agar tentara Amerikan Serikat yang sedang melancarkan serangan di daerah pasifik bagian barat mengerahkan kekuatannya ke arah kepulauan Jepang. Sementara itu daerah operasi di Pasifik bagian barat daya diserahkan pada SEAC. SEAC adalah singkatan dari South East Asia Command. Panglima tertinggi SEAC adalah Lord Louis Maountbatten. Markasnya di Kandy (Srilangka). Daerah baru (di luar Birma dan Malaya) yang diserahkan pada SEAC meliputi Indocina di bawah garis lintang enambelas derajat dan Indonesia.

Tugas Mountbatten adalah menduduki daerah-daerah yang diserahkan padanya, menerima penyerahan tentara Jepang dan membebaskan tawanan politik dan militer.

Perluasan daerah dan tugas bagi SEAC ternyata jauh melebihi kemampuan materiil yang ada padanya. SEAC tidak cukup memiliki pasukan untuk menduduki wilayah yang sedemikian luasnya. Jumlah kapal yang dimilikinya Cuma cukup untuk menduduki Malaya. Di samping itu SEAC tidak mempunyai cukup pengetahuan yang diperlukan tentang daerah-daerah baru itu, terutama informasi intelejen yang diperlukan setiap operasi militer.1)

Untuk memperingan tugas SEAC terpaksa Australia dimintai bantuan. Akhirnya diputuskan seluruh daerah di sebelah timur Kalimantan termasuk Nusa Tenggara (terkecuali Bali dan Lombok) pengaturannya diserahkan pada Australia. 2)

Karena keadaan seperti itulah Inggris baru pada pertengahan bulan September berhasil mendatangkan satu kontingen kecil dengan beberapa kapal perang di Tanjungpriok.

Ketika itu kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan dan seluruh dunia sudah mengetahuinya. Rakyat Indonesia pun akan mempertahankannya dan tidak akan melepaskannya lagi.

Sementara itu pengumuman penyerahan Jepang pada Sekutu merupakan pukulan berat bagi moril tentara Jepang yang menduduki Indonesia.

Sekalipun bukan merupakan tentara yang dikalahkan oleh musuh di medan perang, tentara Jepang di Indonesia diliputi oleh kebingungan dan keputusasaan.

Lenyap segala kesombongan mereka. Mereka tidak tahu lagi apa yang harus dikerjakan.

Pun aparat kekuasaan mereka menjadi lumpuh sama sekali, retak mulai dari pusat sampai daerah. Dan rakyat tidak menggubris mereka lagi.

Ketika rombongan Sukarno pada 14 Agustus tiba kembali di Jakarta dari pertemuan dengan Terauchi di Dalat, pemuda-pemuda yang bergerak di bawah tanah sudah mengetahui bahwa Jepang telah menyerah. Esok harinya mereka mendesak Sukarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.

Dalam masalah memproklamasikan kemerdekaan ini muncul perbedaan antara Sukarno dan para pemuda. Sukarno setuju memproklamasikan kemerdekaan, tetapi yang melaksanakan harus Paniatia Persiapan Kemerdekaan yang ia ketuai.

Pendapat Sukarno ditentang keras oleh para pemuda karena hal semacam itu memudahkan dunia berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan ciptaan kaum fasis Jepang.

Kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah. Pertukar pikiran menjadi begitu panas sehingga Wikana mengancam besok pagi akan terjadi pertumpahan darah jika malam itu juga (15 Agustus) Indonesia Merdeka tidak diproklamasikan, atas desakan mana Sukarno secara spontan mempersilahkan saat itu juga ia dibunuh dan tidak perlu menunggu besok pagi.

Reaksi semacam itu dari Sukarno menyebabkan para pemuda agak mundur. Tapi apa yang terjadi esok paginya cukup menggemparkan. Sukarno sekeluarga diculik dan “disimpan” di Rangkasdengklok.

Soal penculikan ini kiranya tak perlu diulang di sini, karena tidak sedikit tulisan yang telah menceriterakannya.

Kedua pendapat yang berbeda antara Sukarno dan para pemuda akhirnya selesai dalam bentuk kompromi yang tak terduga lebih dulu dan memuaskan semua pihak. Tuntutan para pemuda untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 15 malam tidak dapat dipenuhi oleh Sukarno. Sebaliknya pendapat Sukarno agar kemerdekaan diproklamasikan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan juga tidak terjadi.

Pada tanggal 16 Agustus malam hari hingga pagi buta di rumah laksamana muda Maeda3) di jalan Diponegoro penuh orang. Mereka adalah para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan, tokoh-tokoh dari dunia pergerakan dan tokoh-tokoh pemuda.

Pertemuan yang komposisinya  cukup luas itulah yang akhirnya mensahkan teks proklamasi yang dirumuskan oleh panitia kecil malam itu juga di rumah Maeda.

Sebelum pensahan dilakukan Sukarno menawarkan agar teks ditandatangani oleh semua yang hadir. Hal ini ditolak oleh pertemuan. Yang disetujui secara bulat adalah usul supaya teks ditandatangani oleh dua orang saja, Sukarno dan Hatta.

Demikianlah secara singkat beberapa peristiwa yang mendahului pembacaan proklamasi kemerdekaan yang dilangsungkan pada 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Baik kiranya sekarang kita pelajari bersama problim mengapa Sukarno dan Hatta yang saat itu ditonjolkan untuk memimpin revolusi yang menentukan nasib seluruh rakyat Indonesia, terutama kaum buruh dan kaum taninya.

Yang menarik perhatian yalah bahwa bahkan Wikana, ketika itu salah seorang pimpinan PKI illegal di Jakarta berdiri paling depan dalam mendesak Sukarno untuk memproklamasikan kemerdekaan. Bisa dianggap mustahil Wikana tidak tahu betapa pentingnya peranan pemimpin dalam revolusi.

Selama pendudukan Jepang partai-partai politik dilarang. Yang ada hanya orang-orang yang pernah menjadi pemimpin gerakan kemerdekaan yang merekapun terbagi dalam berbagai aliran dan kepercayaan.

PKI sendiri yang mempunyai tradisi revolusioner tidak mempaunyai inti pimpinan lagi. Banyak kader dan anggotanya berada dalam penjara. Yang masih bebas belum berhasil mencapai kebulatan dalam garis politik untuk menghadapi perkembangan situasi yang baru sama sekali. Organisasinyapun belum satu. Itu sebabnya mengapa PKI tidak bisa segera  menampilkan diri, mengibarkan panji revolusi demokrasi baru dan membawakan politik yang tepat dan program yang terperinci. Kaum tani di pedesaan belum  berhasil diorganisasi, demikian juga massa kaum buruh di kota. Dalam keadaan seperti itu faktor Sukarno dan Hatta menduduki tempat yang khusus. Peranan mereka dan kepopuleran mereka dalam tahun 30-an tidak dilupakan rakyat.

Sukarno dan Hatta dengan pandangan mereka sendiri-sendiri gigih memperjuangkan Indonesia Merdeka. Rakyat menyaksikan bagaimana mereka karena cita-cita itu dipersekusi oleh kekuasaan kolonial Belanda. Mereka berdua disegani oleh mayoritas rakyat dan karenanya mempunyai otoritet untuk mempersatukan massa dalam satu gerakan, hal yang mutlak dibutuhkan oleh situasi ketika itu. Dari segi ini tindakan Wikana bisa dimengerti. Tetapi apakah Wikana sudah juga memperhitungkan konsekwensi tindakannya itu merupakan satu pertanyaan.

Siapa Sukarno dan Hatta sudah dikemukakan dalam uraian di depan. Sesuai dengan asal klas mereka Sukarno dan Hatta dalam suatu gerakan besar, apalagi yang menyangkut hidup dan mati bisa diperhitungkan kemungkinannya untuk menjadi ragu dan bimbang.Hal ini dibuktikan oleh perkembangan revolusi selanjutnya.

Revolusi Agustus 1945 bahkan mengalami kegagalannya pada tahun 1948, ketika Hatta (dalam peristiwa Madiun) membalikkan ujung tombaknya daripada kaum kolonialis Belanda ke arah barisan revolusioner dan rakyat Indonesia. Mengenai soal ini akan lebih jauh diutarakan dalam bab tersendiri.

Proklamasi kemerdekaan laksana arus listrik memancar ke segala penjuru. Pemuda-pemuda yang bekerja di kantor berita “Domei” (demikian nama kantor berita “Antara” yang dikuasai Jepang ketika itu) berhasil berulang kali menyiarkan teks proklamasi secara luas. Berita radio bergelombang pendek yang disiarkan itu tidak saja  diterima oleh pemancar Indonesia, tetapi juga oleh Australia, Filipina, Srilangka dll. Dan dari berbagai tempat tersebut berita kemerdekaan Indonesia disiarkan lagi secara lebih luas.

Berbagai daerah luar Jawa telah siap menerima berita kemerdekaan karena beberapa bulan sebelumnya banyak pemuda dari Jakarta disebar ke berbagai pelosok untuk mempersiapkan rakyat akan tibanya hari kemerdekaan. Hal ini juga merupakan salah satu sebab mengapa rakyat di berbagai daerah tersebut bangkit serentak merebut kekuasaan politik dari tangan Jepang. Di banyak tempat bahkan dengan pertumpahan darah.

Salah satu pusat aktivitas  periode permulaan revolusi adalah markas Menteng 31 Jakarta. Di sini banyak yang datang  minta penerangan dan dari sini keluar berbagai instruksi apa yang harus dikerjakan.

Pada hari-hari permulaan revolusi oleh markas Menteng 31 dikeluarkan satu program dasar bagi revolusi. Perinciannya sebagai berikut: 1. Negara kesatuan Republik Indonesia telah berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945. Rakyat Indonesia telah merdeka, bebas dari pemerintahan bangsa asing; 2. Semua kekuasaan harus di tangan negara dan bangsa Indonesia; 3. Jepang sudah kalah dan tidak ada hak menjalankan kekuasaan lagi di atas bumi Indonesia; 4. Rakyat Indonesia harus merebut senjata dari tangan Jepang; 5. Semua perusahaan (kantor, pabrik, tambang, perkebunan dll) harus direbut dan dikuasai oleh rakyat Indonesia (terutama oleh kaum buruh) dari tangan Jepang. Program tersebut disiarkan secara luas.

Pada tanggal 11 September di markas Menteng 31 dibentuk organisasi pemuda, yaitu Angkatan Pemuda Indonesia dan sekaligus disusun pimpinan pusatnya. Di dalamnya duduk antara lain Wikana dan D.N.Aidit.

Dalam peraturan dasar API dijelaskan, bahwa tujuan organisasi adalah “Memperteguh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat dengan memperjuangkan masyarakat yang berdasarkan sama rata sama rasa”.

Program dasar markas menteng 31 dan tujuan API tersebut belum sampai mengemukakan watak dari revolusi Indonesia.

Secara tepat dijelaskan bahwa rakyat Indonesia harus merebut senjata dari tangan Jepang (program dasar no.4) dan  segala  perusahaan  asing harus dikuasi oleh rakyat Indonesia, terutama kaum buruhnya (program no.5). Tetapi program dasar belum sampai mengemukakan program untuk kaum tani yang merupakan bagian terbesar rakyat Indonesia yang juga sangat membutuhkan revolusi. Di samping itu program dasar juga belum sampai menjelaskan arti dan hakekat negara yang semestinya dilahirkan oleh revolusi Agustus.

Perogram dasar no.2 juga baru secara umum merumuskan bahwa “semua kekuasaan harus di tangan negara dan bangsa Indonesia”. Seperti dikethaui, bangsa atau nasion terbagi dalam beberapa klas.

Penentuan klas atau kals-klas mana yang seharusnya memegang kekuasaan negara adalah suatu soal yang luar biasa pentingnya.

Juga tujuan API yang dijelskan dalam anggaran dasarnya belum mencerminkan pendirian dan pandangan klas yang jernih.

Tetapi bagaimanapun juga, berkat ketangkasan pemuda-pemuda revolusioner Indonesia program dasar markas Menteng 31, terutama no.4 dan 5 berjalan baik di seluruh Indonesia. Banyak markas tentara Jepang yang diserbu rakyat pada umumnya tidak banyak melakukan perlawanan. Begitu massa yang bersenjatakan bambu runcing menyerbu dan menuntut  supaya senjata diserahkan komandan markas Jepang tidak bisa berbuat lain kecuali menyerah.

Untuk mendapat senjata dari tangan fihak Jepang tidak selalu mudah seperti contoh di atas itu. Demikianlan di banyak tempat terjadi pula pertempuran sehingga dari kedua belah fihak jatuh korban.

Di banyak tempat di Jawa timur, juga di dalam kota Surabaya terjadi peristiwa semacam itu. Untuk mendapat senjata di markas kenpeitai yang betempat di gedung Raad van Justitie (berhadapan dengan gedung gubernuran) banyak darah mengalir dan korban jiwa dari kedua belah fihak tidak dapat dihindari. Tetapi dengan demikian dalam bulan Oktober  kota Surabaya sudah sepenunhnya berada di tangan rakyat yang bersenjata.

Pada awal bulan September mulai dilancarkan pengambil alihan berbagai jawatan pemerintahan dan perusahaan milik asing.

Salah satu jawatan vital adalah jawatan kereta api. Di sini di samping pembesar-pembesar Jepang masih dipekerjakan tenaga-tenaga Belanda. Sudah tampak gejala bahwa jawatan ini akan mentah-mentah diserahkan pada Sekutu.

Kaum buruh kereta api yang waspada segera mengadakan rapat. Diputuskan untuk segera mengambil alih jawatan ini. Pengambil alihan dilangsungkan tanggal 3 September. Bengkel Manggarai, depo-depo Jatinegara, Tanahabang dan Bukitduri sepenuhnya dikuasi oleh kaum buruh dan dinyatakan sebagai milik RI. Demikian juga nasib stasiun Jakarta Kota, Gambir, Tanjungpriok, Senen Manggarai dan Tanah Abang.

Contoh yang diberikan oleh pusat itu meluas ke seluruh jawatan di daerah.

Sesudah jawatan kereta api jawatan-jawatan lain susul menyusul direbut oleh kaum buruh. Di Jakarta jawatan pos, tilgrap dan tilpun diambil oper, demikian juga perusahaan listrik dan gas, jawatan radio, pelabuhan dls.

Juga gedung-gedung instansi dan gedung-gedung tempat tinggal para pembesar Jepang tidak luput dari aksi tersebut. Semua bangunan yang telah diambil alih di tempeli bendera kertas merah-putih dengan tulisan “Milik Republik Indonesia”.

Di samping jawatan dan bangunan juga di balaikota Jakarta berlangsung aksi pengambil alihan. Para pembesar Jepang ditawan dan dioper oleh pegawai-pegawai Indonesia. Pada tanggal 29 Seeptember oleh pemerintah pusat Suwirjo (PNI) diangkat menjadi walikota pertama dalam alam kemerdekaan.

Bersama dengan aksi ambil alih tersebut berbagai gedung penting dicat dengan semboyan-semboyan beraneka macam. Kendaraan umum seperti bis, gerbong kereta api, tram listrik tidak ketinggalan.

Semboyan-semboyan itu di samping bahasa Indonesia ada pula yang ditulis dalam bahasa Inggris.

Di mana-mana orang melihat semboyan “Merdeka atau mati” dan “Sekali merdeka, tetap merdeka” di samping semboyan-semboyan “Hand off Indonesia” (“jangan ganggu Indonesia”), “Van Mook no…….. Sukarno yes” (“Van Mook tidak….Sukarno ya”), “Indonesia never again the lifeblood of any nation” (“Indonesia tidak akan lagi darah yang menghidupi nasion lain”).dls.

Dalam gerakan penulisan semboyan-semboyan ini para seniman memainkan peranan penting. Mereka ini adalah orang-orang seperti S.Sudjojono, Basuki Resobowo, Sudarso, Afandi dls. Juga di bidang lain para seniman tidak ketinggalan. Komponis muda Cornel Simanjuntak menciptakan lagu-lagu perjuanganyang menggugah semangat, di antaranya “Maju tak gentar”. Para seniman tersebut di samping pegang kuas atau gitar juga menyandang bedil. Mereka ikut menyerbu markas musuh. Ketika Inggris berhasil memasuki kota Jakarta markas yang mereka dirikan tidak luput dari serangan yang bertubi-tubi dari pasukan bersenjata rakyat. Di antara mereka terdapat juga seniman-seniman. Cornel antara lain ikut menyerbu markas Inggris di Penggorengan (Senen). Dalam pertempuran di sini ia menderita luka berat.

Sesudah gerakan ambil alih jawatan dan gedung selesai dengan baik mulailah didirikan berbagai organisasi buruh.

Di lingkungan jawatan kereta api lahir Serikat Buruh Kereta Api (SBKA). Di lingkungan jawatan PTT lahir Serikat Buruh Postel dls.

Dapat dikatakan, bahwa pada awal revolusi Agustus organisasi buruh bermunculan seperti cendawan di musim hujan. Gerak berbagai serikat buruh itu sehari-harinya dikoordinasi oleh Barisan Buruh Indonesia yang didirikan di markas Menteng 31. Pendirinya adalah Njono. 4) Barisan Buruh Indonesia ini kemudian berkembang menjadi SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia).

Alat-alat kekuasaan Republik Indonesia mulai dibentuk pada 18 Agustus. Pada hari itu di gedung bekas Raad van Indië (Pejambon, Jakarta) Panitia Persiapan Kemerdekaan mengadakan sidang. Dengan aklamasi Sukarno dipilih dan disahkan sebagai presiden pertama RI, Sedangkan Moh. Hatta sebagai wakil presidennya.  Undang-undang republik Indonesia juga disahkan dalam sidang ini.

Atas desakan banyak anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan ciptaan Jepang dirobah menjadi Panitia Kemerdekaan.

Pada hari itu juga ditetapkan: selama Majelis Permusyawarahan Rakyat sebagai badan tertinggi republik. Kepada siapa presiden juga harus bertanggungjawab belum terbentuk, kepala negara dalam pekerjaan sehari-harinya dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Dalam sidangnya pada tanggal 22 Agustus Panitia Kemerdekaan mengambil dua putusan penting. Pertama: membentuk Komite Nasional. Kedua: membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia dan akhirnya Tentara Nasional Indonesia. Peralihan BKR sebagai tentara yang non-reguler menjadi TKR (tentara reguler) dilakukan dengan dekrit presiden tanggal 5 Oktober.

Komite Nasional Pusat yang berfungsi sebagai parlemen sementara dilantik oleh presiden Sukarno  tanggal  29  Agustus  di  gedung  Kemidi  (Schouwburg)  Jakarta. Sesudah itu di daerah-

daerah dianjurkan untuk membentuk Komite Nasional Daerah yang komposisi keanggotannya sama dengan yang di pusat yang meliputi semua aliran dan kepercayaan.

Sesudah alat-alat terpenting RI terbentuk, baru pada tanggal 5 September disusun dan disahkan kabinet pertama RI.

Kabinet ini bersifat presidensiil, kabinet yang secara langsung dipimpin oleh presiden sendiri.

Susunan kabinet pertama RI adalah sebagai berikut:

Perdana Menteri Sukarno

Menteri dalam negeri Wiranata Kusumah

Menteri luar negeri Subardjo

Menteri keuangan Samsi Sastrowidagdo

Menteri kehakiman Supomo

Menteri keamanan rakyat Suprijadi5)

Menteri kesehatan Buntaran

Menteri pengajaran Ki Hadjar Dewantoro

Menteri penerangan Amir Syarifuddin

Menteri sosial Iwa Kusuma Sumantri

Menteri pekerjaan umum (sementara) Abikusno Tjokrosujoso

Menteri perhubungan Abikusno Tjokrosujono

Menteri negara   Wahid Hasyim

Sartono

Moh. Amir

Otto iskandar Dinata

A.A.Maramis

Raden Aria Adipati Wiranata Kusumah adalah bekas bupati Bandung. Kesetiaanya terhadap kekuasaan Belanda sukar dicari bandingannya. Alat jinak kaum kolonialis dalam menindas dan memeras rakyat. Kemudian, ketika Belanda kembali dan mendirikan negara Pasundan (Maret 1948) Wiranata Kusumah inilah yang diangkat menjadi wali negara.

Subardjo mendapat gelar sarjana hukum di Leiden (negeri Belanda). Pengikut setia Tan Malaka, kemudian meloncat ke Masyumi.

Samsi Sastrowidagdo juga seorang lulusan negeri Belanda. Seorang doctor dalam ilmu pengetahuan ekonomi. Teman seperjuangan Sukarno dalam PNI dan Partindo.

Buntaran seperti halnya Subardjo juga pengikut Tan Malaka. Pada awal tahun 1951 oleh partai Murba ditugaskan mendirikan SOBRI (Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia) untuk menandingi SOBSI.

Siapa Amir Syarifuddin tidak perlu lagi kiranya disinggung di sini. Di depan namanya sudah sering disebut. Demikian juga Ki Hadjar Dewantoro.

Iwa Kusuma Sumantri pengikuti setia Tan Malaka. Dikatakan ketika sedang belajar di negeri Belanda beberapa waktu lamanya belajar politik di Uni Sovyet.

Abikusno Tjokrosujoso adalah seorang tokoh partai Sarekat Islam Indonesia. Adik H.O.S.Tjokroaminoto.

Wahid Hasyim anak seorang Kyai besar dari Tebu Ireng (Jombang). Kemudian menjadi guru agama. Dalam zaman pendudukan Jepang menjadi penasehat gunseikanbu (pemerintah pusat sipil). Salah seorang wakil ketua Masyumi.

Sartono adalah seorang sarjana hukum lulusan Leiden. Di Nederland pernah dipilih menjadi sekretaris Perhimpuan Indonesia. Kembali di Indonesia membuka kantor pengacara di bandung. Salah seorang pendiri PNI dan partindo.

Moh. Amir adalah seorang dokter syaraf. Mendapat gelar di Eropa. Pernah ikut dalam Partai Rakyat Indonesia yang didirikan Moh. Tabrani (1929). Banyak mengarang.

Otto Iskandar Dinata dalam waktu yang lama menjadi tokoh utama Pasundan. Juga dalam waktu yang lama duduk dalam volksraad. Pada awal revolusi hilang, tak diketahu di mana jejaknya.

Jika ingin mengetaui hakekat dan bagaimana corak pimpinan revolusi dan pimpinan negara yang dilahirkan oleh revolusi Agustus 1945, itulah gambarannya.

Selain Amir Syarifuddin seluruhnya adalah wakil partai atau golongan feodal dan burjuis.

Kedudukan Amir Syarifuddin sebagai seorang komunis tidak memberikan corak progresif pada pimpinan dan kekuasaan negara.

Pada tanggal 15 September beberapa kapal perang Inggris mulai berlabuh di Tanjungpriuk. Dan ini suatu pertanda bahwa Republik Indonesia yang masih bayi akan menghadapi ujiannya yang pertama.

Untuk menghadapi segala kemungkinan, markas pemuda Menteng 31 memutuskan untuk memobilisasi massa. Untuk itu pada tanggal 19 September di lapangan Ikada (Lapangan Merdeka) dilangsungkan rapat raksasa.

Pada hari yang ditetapkan tadi sejak pagi hari rakyat Jakarta berbondong-bondong menuju ke Lapangan Ikada dengan membawa takeyari (bamboo runcing). Kereta api dari jurusan timur, selatan dan barat penuh sesak penumpang dengan satu tujuan, membanjiri tempat rapat raksasa. Di samping itu datang juga wakil-wakil rakyat dari Jawa tengah dan Jawa timur.

Pada siang hari itu menjelang dimulainya rapat raksasa lapangan Ikada sudah merupakan lautan manusia memenuhi seruan markas Menteng 31.

Sehari sebelum peristiwa tersebut saiko sikikan (panglima tentara Jepang) yang oleh sekutu diserahi tanggungjawab keamanan dan ketertiban mengeluarkan perintah melarangnya. Sudah barang tentu rakyat tidak menggubris larangan tadi. Larangan saiko sakikan justru membikin rakyat lebih beringas.

Juga pemerintah RI menganggap larangan saiko sakikan merupakan tindakan campur tangan dalam urusan dalam negeri RI dan itu harus ditolak.

Dalam pengumuman pemerintah RI juga dikemukakan bahwa setiap akibat yang mungkin timbul menjadi tanggungjawab fihak Jepang sepenuhnya. Pemerintah RI tidak ikut bertanggungjawab.

Suasana Lapangan Ikada tanggal 19 September 1945 secara sederhana dapat dilukiskan sebagai berikut.

Di satu fihak lautan massa yang lebih kurang sejuta jumlahnya dengan hanya bamboo runcing sebagai senjatanya di tangan. Di lain fihak barisan tentara Jepang dengan bayonet terhunus, dilindungi oleh satu pasukan senapan mesin dan dibantu oleh barisan tank.

Di satu fihak rakyat yang penuh semangat tak takut mati membela proklamasi kemerdekaan dan bangga atas keampuhan bamboo runcing di tangan mereka.

Di lain fihak tentara Jepang yang dipersenjatai dengan senjata modern, tetapi yang “nglokro”, patah semangat. Mereka digentarkan pula oleh semboyan-semboyan perjuangan lautan manusia yang gegap gempita.

Berhubungan dengan mulai gentingnya keadaan, demonstrasi kebulatan tekad rakyat hari itu tidak berlangsung lama. Presiden Sukarno juga hanya beberapa menit saja memberikan wejangannya. Dalam pidato yang paling singkat dalam sejarah hidupnya presiden Sukarno menegaskan bahwa isi proklamasi kemerdekaan akan dipertahankan sepenuhnya dan tidak ada satu katapun yang akan ditarik.

Sesudah itu presiden minta dengan sangat supaya massa rakyat meninggalkan lapangan dengan rapih dan tenang.

Demikianlah rapat raksasa itu bubar dengan selamat tanpa menimbulkan korban sedikitpun.

Rakyat merasa lega dan puas. Tapi yang lebih penting lagi adalah kesan yang didapat dari suasana rapat raksasa hari itu. Rakyat menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa patahnya sudah semangat dari tentara Jepang. Kesempatan paling baik telah tiba untuk merebut segala senjata dari tangan mereka. Dan itu dilakukan rakyat di banyak tempat tanpa menghiraukan resikonya.

—–ooooo0ooooo—–

catatan

1. “Teh war against Japan”, volume V, hlm. 230-231.

2. Dr. H.J. van Mook “Indonesië, Nederland en wereld”, hlm. 78-79

3. Perwira angkatan laut Jepang: penghubung antara angkatan laut dan darat yang menduduki Indonesia. Ia tahu benar keadaan Indonesia.Pernah menjadi atase militer di negeri Belanda.

4. Njono pada tanggal 29 Oktober 1968 ditembak mati oleh kekuasaan Suharto, bersama dengan Sudisman, Sekretaris CC PKI.

5. Kemudian dibatalkan sesudah beberapa waktu tidak muncul dan diduga telah gugur dalam pemberontakan Peta di blitar.

Leave a comment