Delapan Tahun Sudah; AURI Teror Warga Massa Rakyat Rumpin

Oleh: AGRA

Delapan tahun  dalam tekanan dan Teror, Warga Masyarakat Rumpin terus gencar menuntut penyelesaian Konflik Tanahnya dengan AURI!

Hari ini (22/01/2015), sedikitnya 2000 Massa dari Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, kembali geruduk Istana. Kunjungan massa ke istana Negara kali ini, bertujuan untuk menuntut penyelesaian konflik tanahnya dengan AURI yang telah delapan tahun terkatung tanpa penyelesaian yang kongkrit.

Tigor Hutapea, LBH Jakarta menjelaskan, konflik ini bermula pada tahun 2007, ketika AURI melakukan klaim atas 1000 ha tanah warga di Desa Sukamulya yang tujuannya untuk pembangunan Fasilitas AURI, khususnya untuk pembangunan Water training. Kenyataannya, dibalik Cover untuk pembangunan Fasilitas, AURI justeru membangun tambang galian pasir. Warga yang telah menempati lahan tersebut secara turun-temurun, sekaligus sebagai sumber mata pencaharian jauh sejak sebelum kemerdekaan, tidak rela tanahnya dirampas secara semena-mena yang menyebabkan hilangnya sumber penghidupan mereka.

“Kami menolak klaim AURI Lanud Atang Sendjaya, warga desa sukamulya telah hidup turun menurun, karena itu kami mempertahankan tanah kami”. Ujar Ibu Neneng, Salah satu warga yang tanah sawahnya masuk dalam klaim AURI.

Ibu Rumah tangga yang sekaligus menjadi Pimpinan Perempuan Tani di Desa Sukamulya ini, menjelaskan bahwa, Tanggal 22 januari 2007 AURI Atang Sendjaya melakukan berbagai tindakan kekerasan terhadap warga, yang mengakibatkan satu orang warga luka tembak, sepuluh warga luka karena dipukuli aparat AURI, enam warga diculik dan dianiaya. Kini, berbagai Intimidasi, kekerasan dan Pelecehan yang semakin memburuk dilakukannya, sedikitpun tidak akan menyurutkan semangat perjuangan Kami, Tandasnya!

Rahmat Ajiguna (Sekretaris Umum Aliansi Gerakan Reforma Agraria-AGRA) menyampaikan,  konflik ini telah diperparah dengan adanya Registrasi Inventaris Kekayaan Negara (IKN) Kementerian Keuangan tentang kepemilikan atas tanah 1000 ha yang disengketakan. Meskipun dalam perkembangannya melahirkan kesepakatan untuk melakukan verifikasi aset TNI AU di Desa Sukamulya, yang hasilnya bahwa tanah yang dikuasai oleh TNI AU hanya 75 ha, dan berdasarkan SK menteri Agraria, jika akan dilakukan pembebasan harus dilakukan dengan pembayaran ganti rugi.

Artinya, “Lanjut Rahmat”, klaim oleh AURI atas tanah warga di Desa Sukamulya adalah Illegal. Namun, pemerintah, sejak pemerintahan SBY sampai Jokowi saat ini, tidak pernah sungguh-sungguh berupaya menyelesaikan Konflik tersebut.

Karenanya, dalam aksi ini kami mendesak kepada pemerintahan Jokowi untuk segera menyelesaikan konflik tersebut, sekaligus kami menagih Komitmen Jokowi atas janjinya untuk menyelesaikan seluruh Konflik agraria dan menjalankan land reform di Indonesia, khususnya konflik tanah di Rumpin yang saat ini telah berlansung delapan tahun.
###

Perkembangan di lokasi 5 orang perwakilan dari sukamulaya rumpin diterima distana dan sedang mebahas konflik antara warga rumpin dengan TNI AU…sebelumnya pada pukul 13.30 wib perwakilan warga rumpin diterima kementrian pertahanan dalambpertemuan pihak kementerian pertahanan berjanji akan melanjutkan upaya penyelesaian dan perwakilan masyarakat tetap mendesak agar TNI menjalankan hasil verifikasi bersama bahawa tanah auri hanyalah 75 ha dan bukan 1000 ha. Sementara berlangsung pertemuan. Pilisi melakukan oendorongan terhadap massa  2 orang ditangkap dan dipukuli.

Sejarah Hari Buruh Internasional (May-day)

Peringatan hari buruh internasional (mayday) diawali dengan adanya demontrasi kaum buruh  di Amerika Serikat pada tahun 1886, yang menuntut pemberlakuan delapan jam kerja. Tuntutan ini lahir atas keadaan kongkrit kaum buruh yang pada saat itu dipaksa bekerja selama 12-16 jam/hari. Demonstrasi besar yang berlangsung sejak april 1886 pada awalnya didukung oleh sekitar 250 ribu buruh yang selama dua minggu membesar menjadi 350 ribu. Kota chicago adalah jantung kebangkitan gerakan buruh pada waktu itu yang diikuti oleh sekitar 90 ribu buruh. Di New York, demonstrasi serupa diikuti 10 ribu buruh, di detroid 11 ribu buruh, demonstrasi terus menjalar ke berbagai kota seperti Louisville dan Baltimore. Kemudian pada tanggal 1 mei 1886, demonstrasi kian meluas dari Maine ke Texas dan dari New Jersey ke Alabama yang diikuti setengah juta buruh di negeri tersebut.

Perkembangan dan meluasnya demonstrasi tersebut memancing reaksi yang juga besar dari kalangan pengusaha dan pemerintahan setempat pada saat itu. Chicago’s Commercial Club, mengeluarkan dana sekitar USD 2.000 untuk membeli peralatan senjata mesin guna menghadapi demonstrasi. Demonstrasi damai menuntut pengurangan jam kerja itu pun berakhir dengan kerusuhan dan telah menelan banyak korban, dimana ketika sekitar 180 polisi melakukan penghadangan terhadap para demonstran dan memerintahkan agar membubarkan diri. Akibatnya pada tanggal 3 Mei 1886, empat orang buruh tewas dan puluhan lainnya terluka, delapan orang aktivis buruh ditangkap dan dipenjarakan.

Setelah kejadian berdarah tersebut polisi pun menerapkan larangan terhadap buruh untuk melakukan demonstrasi. Namun kaum buruh tidak menyerah begitu saja, pada tahun 1888 para buruh kembali melakukan aksi dengan mengusung tututan yang sama. Rangkaian demonstrasi yang terjadi pada saat itu, tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, tetapi juga telah meluas di kawasan Eropa. Bahkan menurut Rosa Luxemburg (1894), demonstrasi menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam perhari tersebut sebenarnya diinsipirasi oleh demonstrasi yang terjadi sebelumnya di Australia pada tahun 1856.

Dari seluruh gerakan perlawanan yang dilakukan buruh selama bertahun-tahun tersebut dengan konsistensi tuntutan yang sama, kemudian pada tahun 1889 diselenggarakan Kongres Buruh Internasional yang dihadiri oleh ratusan delegasi dari berbagai negeri. Peristiwa tersebutlah yang telah menjadi momentum puncak dari persatuan gerakan buruh dunia yang kemudian memutuskan delapan jam kerja per hari menjadi tuntutan utama kaum buruh seluruh dunia.

Selain itu, Kongres juga menyambut usulan delegasi buruh dari Amerika Serikat yang menyerukan pemogokan umum 1 Mei 1890, guna menuntut pengurangan jam kerja dan menjadikan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh sedunia. Delapan jam/hari atau 40 jam/minggu (lima hari kerja) kemudian telah ditetapkan menjadi standar perburuhan internasional oleh ILO melalui Konvensi ILO No. 01 tahun 1919 dan Konvensi no. 47 tahun 1935.

Sejarah Gerakan Buruh Indonesia

Di Indonesia, kaum buruh lahir sejak diberlakukannya agarische weet pada tahun 1870 sebagai akibat dari adanya perampasan tanah secara besar-besaran (yang sesungguhnya sudah terjadi sejak Sistem Tanam Paksa tahun 1830) untuk kepentingan industri perkebunan dan pendirian industry transportasi (seperti industry pelayaran dan kereta api) sebagai upaya dari pemerintahan kolonial Belanda untuk mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari kekayaan alam Indonesia yang diperjual belikan di pasar dunia pada saat itu. Penghisapan kejam kerajaan Belanda terhadap Rakyat Indonesia selama kurang lebih 300 tahun melalui perusahaan-perusahaan perkebunan dan Industri yang mulai dibangun di Indonesia telah mendorong bangkitnya gerakan buruh Indonesia yang sekaligus menjadi bagian perjuangan merebut kemerdekaan di Bumi Nusantara ini.

Sementara peringatan May Day di Indonesia, sudah dilaksanakan sejak disahkannya UU No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948, yang mana dalam pasal 15 ayat 2 menyebutkan, “Pada tanggal 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja”. Namun, karena alasan politik, rejim Orde Baru kemudian melakukan larangan terhadap peringatan Hari Buruh Internasional. Sejak saat itupula, peringatan 1 Mei tidak pernah diakui oleh pemerintah Indonesia. Barulah pasca runtuhnya kekuasaan Orde Baru, melalui perjuangan massa rakyat yang tersebar diseluruh daerah dan dipelopori oleh gerakan pemuda mahasiswa pada tahun 1998, may day kembali marak di peringati di Indonesia hingga hari ini.

Stop the criminalization of Indonesian Peasants, says APC

PRESS RELEASE
10th February 2013
For alleged violation of Articles 160 and 170 of the Criminal Code
Serve The People
Quezon City, Philippines — The Asian Peasant Coalition (APC) is calling the Indonesian government to stop the criminalization of members of the Aliansi Gerakan Reforma Agraria or Alliance of Agrarian Reform Movement (AGRA) who have been charged of violating Articles 160 and 170 of the Criminal Code.
“It can be recalled that in December 2011, the APC raised concerns on the harassment and intimidation experienced by the Pangalengan farmers perpetrated by the PDAP (Provincial Government Company on Agribusiness and Mining)-Pangalengan and the Regency Bandung Police,” stated Rahmat Ajiguna, APC deputy secretary general.
“We believe that the land conflict started when the PDAP came and intensifying landgrabbing in Pangalengan. The PDAP is said to be allowing local landlord and rich farmers to rent their so-called ‘lands’ because they cannot cultivate it. However, this practice is not allowed by the law. Ancestors of Pangalengan peasant has been tilling the land, called Sampalan, before the Dutch established its power in 1602,” remarked Ajiguna, also the secretary general of AGRA
.
“Before the Dutch came into power, Pangalengan people were happily living and cultivating their lands. However, when the Dutch came the Pangalengan people became tenants. When Indonesia proclaimed its liberty the Pangalengan people were able to cultivate their land again. But when DI/TII movement (an Islamic army movement that wants to change Indonesia to become a Moslem country) took place coupled with militarization, Pangalengan people evacuated to another place where they could live safely. After two years, the DI/TII problem was resolved but the Pangalegan people couldn’t came back to their land because the military is claiming their land. Worst, a land title was executed by the government and now the land is being managed by PDAP and local landlord. Then again, Pangalengan people became tenants,” explained Ajiguna.
“In 2004, Pangalengan peasants succeeded in re-claiming 134 hectares of land in Sampalan. They continue cultivating the land, under the banner of AGRA, and planted it with vegetables. Since then, the PDAP, police and the military started intimidation, harassment and violated human rights of the Pangalengan peasants,” shared Zen Soriano, APC Southeast Asia Coordinator.
“In October and November 2011, there are several attempts by the PDAP together with the LPM RI, Pangalengan District Police, Military Headquarters at Ward Level of Pangalengan, Regency Bandung Police to put a boundary pole in Sampalan land that is being cultivated by the farmers. However, AGRA farmers defended their lands and clashed with the PDAP supporters including the Pangalengan police and military,” added Soriano, also the President of Philippine-based AMIHAN (National Federation of Peasant Women).
“We support the struggle of the Pangalengan people. We demand to stop the harassment and intimidation against the leaders and members of AGRA- Pangalengan. We appeal on the court to decide in favor of the Pangalengan farmers who are only defending their rights to land.  The Pangalegan people are the legitimate owners of the land. Their ancestors have been tilling the land before the Dutch came,” stressed Ajiguna.
“We demand for the removal of the names of Momo and Yana, who are father and son, as suspects in Articles 160 and 170 of the Criminal Code. Finally, we urge the Indonesian government to implement genuine land reform, “ended Ajiguna and Soriano. #


APC Secretariat
2nd Floor, 217-B Alley 1, Road 7
Project 6, Quezon City, Philippines 1100
Phone: +632-3793083
E-mail: apcsecretariat@asianpeasant.org
Skype: apc.secretariat
Web: www.asianpeasant.org

salam,
kawan-kawan, ini adalah surat dari Asian Peasant Coalition mengenai kasus kriminalisasi kaum tani di Pangalengan, Jabar, Indonesia (Momo dan Yana) yang saat ini sedang mengalami persidangan di pengadilan Bale Bandung. Mohon dukungan dengan menyebarkan pesan ini. Terima kasih.

 

Mari berSolidaritas untuk buruh PT Panarub Dwikarya, Tangerang

Sudah lebih dari 3 bulan, 1300 buruh PT Panarub Dwikarya, Tangerang melakukan perjuangan untuk dipekerjakan kembali, dibayar rapelan, dibayarkan upahnya. Tidak dibayarkanya upah buruh sejak bulan Juli lalu telah berdampak terhadap anak-anak buruh diantaranya: menunggak uang sekolah, Terancam putus sekolah, tidak bisa lagi mengikuti les,dll. Oleh karena itu kami dari PP FMN mengajak kawan-kawan semua untuk berbagi meringankan penderitaan buruh akibat kekejaman pengusaha. Adapun partisipasi yang dapat diberikan berupa:

1. Memberikan perlengkapan sekolah: buku tulis, bolpen, penggaris,pinsil, tas dll.
2. Bahan makanan: beras, kacang hijau, gula, susu, dll.
3: Relawan” Sahabat Anak Buruh PDK”
4: Dana.
Bantuan dapat diserahkan melalui Sekretariat Nasional FMN: Jalan Tanjung Lengkong 19, Bidaracina, Jatinegara, Jakarta. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor 081215754825 (Yogo Day/Dept Pelayanan Rakyat)

Jauhkan Brimob dan TNI Dari Konflik Agraria

jauhkan Brimob dan TNI dari Konflik Agraria

ABG Itu Tewas Diterjang Peluru Polisi Saat Bentrok di Cinta Manis

 

PALEMBANG] Bentrok tak dapat dibendung antara masyarakat Cinta Manis dengan Aparat Kepolisian dari jajaran Polda Sumatra Selatan. Akibatnya, seorang anak berusia 13 tahun siswa kelas 1 MTs tewas di tempat diterjang peluru dibagian kepala.

 

Anak yang tewas bernama Angga (11), warga Desa Tanjung Pinang II, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumsel . Peluru diduga mengenai bagian kepalanya yang kuat dugaan pula dari tembakan aparat Brimob Polda Sumsel yang menyusuri Desa Limbang Jaya, pada Jumat (27/7) kemarin sore.

 

Kemudian empat orang warga lainnya mengalami luka-luka diduga juga akibat tembakan peluru nyasar yang ditembakkan menurut warga secara bertubi-tubi.Mereka bernama Rusman (36) luka di lengan kiri, Yarman (45) luka di lengan kiri atas, Farida (49) luka lengan kanan atas dan Jesika luka kena pecahan kaca akibat tembakan peluru ke kaca rumah.

 

Korban diketahui merupakan warga Desa Limbang Jaya I yang berada di lokasi terjadinya penembakan oleh aparat Brimob.  Sementara korban Angga, saat kejadian berada di jalan depan Masjid Assadah menjadi korban sasaran peluru. Bahkan rumah Zawawi (75) kaca rumahnya pecah dihantam tembakan. Menurut Koordinator Walhi Sumsel Anwar Sadat gambaarannya mencekam seperti peperangan saja.

 

Menurut warga, saat kejadian, satu pasukan Brimob masuk melalui arah darat berada di posisi ujung jalan poros tengah desa arah Utara, menyusuri desa. Belum diperoleh informasi mengapa anggota Brimob menyelusuri desa.  Kemudian, terdengar bunyi pukulan beduk persis saat masuk salat Ashar.  Pasukan Brimob ini merasa mereka akan dikepung warga sehingga memberikan tembakan ke atas.

 

Pada saat bersamaan ternyata ada satu pasukan Brimob lagi yang berada di sebelah selatan jalan poros tengah desa arah keluar kampung menuju jalan Ke Tanjungbatu atau keluar desa.  Pasukan ini bergerak mendekat lokasi arah masjid menuju Dusun II Limbang Jaya.

 

Diduga karena salah informasi dari pasukan Brimob pertama yang merasa dikepung akhirnya pasukan Brimob yang baru masuk desa mengeluarkan tembakan bertubi-tubi hingga sebagian pelurunya ada yang diduga mengenai para korban dan kaca rumah warga.

 

Zawawi, yang kaca rumahnya pecah sangat emosi. Ia mengungkapkan mengutuk aksi penbembakan yang dilakukan aparat brimob. “Waktu tembakan itu kami berada di dalam rumah. Untung tidak ada keluarga kami yang kena peluru. Hanya kaca rumah saya yang pecah,” kata Zawawi seraya mempertanyakan ada apa brimob berlaku begitu kepada masyarakat Desa Limbang Jaya.

 

“Kami menilai ini bukan masalah PTPN lagi. Mengapa brimob menembaki warga di tengah desa, padahal tidak ada aset PTPN di desa ini,” ujarnya.

 

Sementara itu, Kepolisian Daerah Sumatera Selatan mengharapkan warga di Kabupaten Ogan Ilir di sekitar PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Cinta Manis tetap tenang, menyusul bentrokan aparat kepolisian dengan masyarakat Desa Limbung Jaya, Jumat petang.

 

 

Masyarakat kami harapkan tetap tenang, dan jangan mudah terpancing isu yang belum tentu kebenarannya, kata Kabid Humas Polda Sumsel, AKBP R Djarod P, saat dihubungi di Palembang, Jumat malam.

 

Djarod membenarkan adanya kejadian perselisihan atau bentrokan antara aparatnya dengan warga setempat. Namun hal itu sudah dapat diselesaikan, kata dia.

 

Menurut dia, dalam kejadian tersebut seorang warga setempat meninggal akibat terkena peluru nyasar.  Selain itu, ada tiga warga lainnya yang mengalami luka-luka, dan telah dibawa ke rumah sakit. Kata dia, atas kejadian tersebut, pihaknya masih akan terus menyelidiki dan memastikan bila benar aparatnya bersalah, akan diproses sesuai hukum berlaku. “Kami tetap akan menindak bila ada anggota bersalah atas kejadian tersebut,” ujar dia lagi.

 

Namun, berdasarkan keterangan anggotanya di lapangan itu telah melakukan pengamanan sesuai petunjuk dan prosedur hukum yang berlaku. Katanya, saat ini pengamanan di lokasi kejadian, diperketat agar kondisinya tetap aman dan untuk mengantisipasi supaya kejadian itu tidak berkembang lebih lanjut.

 

Menurut Djarot, jajaran Polda Sumsel akan terus mengantisipasi supaya kondisi keamanan di lokasi kejadian tetap aman, dan permasalahan yang terjadi tidak berkembang meluas lagi.

 

 

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Hadi Jatmiko, memastikan berdasarkan informasi warga, akibat bentrok dengan aparat kepolisian itu, ada satu korban warga yang meninggal dunia dan lima warga lainnya mengalami luka tembak.

 

Korban yang meninggal dunia itu atas nama Angga Bin Darmawan (12), dan korban mengalami luka tembak diantaranya atas nama Jesika (16), Dut Binti Juni (30), Rusmin Bin Alimin, dan dua perempuan lagi belum diketahui identitasnya dalam kondisi kritis.

 

Menurut dia, ketika bentrok terjadi sempat beredar kabar adanya dua korban warga yang meninggal dunia, namun setelah dilakukan pengecekan di lapangan dipastikan hanya ada satu warga yang meninggal dunia. Korban yang meninggal dunia itu pada saat bentrokan terjadi sedang bermain “games play stations” di salah satu rumah penduduk di Desa Limbang Jaya, dan saat melihat ada keributan keluar rumah untuk melihat kejadian yang berlangsung.  “Tiba-tiba warga itu tertembak,” kata Hadi pula.

 

Dia menjelaskan, korban yang meninggal itu sekarang ini sedang dibawa keluarganya dari Kabupaten Ogan Ilir ke Rumah Sakit Dr Muhammad Hoesin (RSMH) Palembang untuk dilakukan visum.  Begitu juga korban yang mengalami luka tembak, akan dibawa ke Palembang untuk mendapatan perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumsel atau rumah sakit lainnya.

 

Diharapkan korban yang mengalami luka tembak tersebut, masih dapat diselamatkan oleh tim medis.  “Cukuplah satu korban saja yang jatuh sebagai dampak dari perjuangan petani dan warga setempat untuk mendapatkan kembali lahan yang bersengketa dengan PT Perkebunan Nusantara VII itu,” kata aktivis Walhi Sumsel itu menyampaikan keprihatinan.

 

Setelah mengurus para korban tersebut, Walhi Sumsel bersama Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta Cinta Manis Ogan Ilir, akan melaporkan kejadian penembakan tersebut ke Polda Sumsel.

 

Walhi Sumsel menyesalkan terjadi bentrokan antara petani Kabupaten Ogan Ilir dengan aparat kepolisian yang sedang mengamankan lahan sengketa dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII tersebut.

 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, telah meminta agar aparat kepolisian yang mengamankan lokasi sengketa tanah di Kabupaten Ogan Ilir dapat menghentikan tindakan yang mengarah kepada intimidasi petani maupun warga di sana.

 

Tindakan aparat kepolisian melakukan penggerebekan rumah tokoh masyarakat dan pemanggilan petani, baik sebagai saksi maupun tersangka dalam kasus sengketa lahan dengan PTPN VII beberapa hari terakhir cukup meresahkan dan membuat petani takut, kata dia.

 

Jika kondisi tersebut terus berlangsung, dikhawatirkan bisa terjadi dua kemungkinan, pertama petani berhenti melakukan gerakan perjuangan mendapatkan kembali tanah mereka seluas 15 ribu hektare, dan kedua bisa jadi mereka berbalik melakukan perlawanan, ujar Sadat lagi.  “Seandainya sampai terjadi bentrokan hebat dan menimbulkan korban jiwa, siapa yang bertanggungjawab dan siapa yang dipersalahkan,” kata dia pula.

 

Kekhawatiran sebelumnya disampaikan Direktur Walhi Sumsel itu, ternyata terjadi pada Jumat ini.  Walhi Sumsel bersama Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta Cinta Manis akan terus mendampingi petani mengusut tuntas kasus bentrokan tersebut, kata Hadi Jatmiko menambahkan.

 

Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumsel AKBP R Djarod menegaskan bahwa bentrokan yang terjadi di Ogan Ilir itu sudah bisa dikendalikan, dan sekarang ini kondisi keamanan di lokasi kejadian sudah kondusif.

Bentrokan diduga terjadi karena warga menghadang aparat kepolisian yang sedang bertugas di sekitar kawasan tempat kejadian tersebut, kata Djarot.

 

Sumber : suarapembaharuan

Buruh FPR Unjuk Rasa di Bunderan HI dan Istana

TUESDAY, 01 MAY 2012 08:41

 

Jakarta – Koordinator Front Pembela Rakyat (FPR), yang juga Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Independen, Rudi HB Daman, menyatakan, 8.000 massa FPR akan mengikuti aksi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan depan Istana Merdeka.

“Diperkirakan 8.000 massa yang tergabung dalam FPR akan turun mengikuti aksi yang dipusatkan di HI dan Istana,” ungkapnya di Jakarta, Senin (30/4).

Menurutnya, massa FPR akan berkumpul di Bundaran HI sekitar pukul 09:00 WIB. Kemudian, akan melakukan long much menuju Istana Merdeka.

Ia mengatakan, aksi peringatan Hari Buruh Sedunia itu akan diisi dengan berbagai protes terhadap pemerintah dan pengusaha yang belum memberikan hak-hak dan mensejahterakan kepada buruh.

“Isu masih soal buruh, di antaranya; naikan upah, jaminan mendirikan serikat pekerja, pencabutan permen No 17 tahun 2005, reformasi agraria untuk mengatasi jumlah pengangguran, cabut UU No 39 tahun 2004, dan turunkan harga sembilan barang pokok,” urainya.

Selain itu, FPR juga mendesak pemerintah tidak menaikan harga BBM. Pasalnya, jika pemerintah menaikan harga BBM akan menambah sulit kehidupan buruh karena 22,2 persen dari upah buruh akan habis untuk biaya transportasi.

Menurutnya, penentangan kenaikan harga BBM menjadi salah satu isu penting yang akan disuarakan massa FPR. Pasalnya, walaupun pemerintah sempat menunda kenaikan harga BBM, namun ada indikasi pemerintah akan tetap menaikannya tanpa memperhitungkan akibat kenaikan itu, yakni menambah susah kehidupan rakyat, khususnya kaum buruh yang berupah kecil. Iwan Setiawan

Sumber:

http://www.gatra.com/nusantara/jawa/11957-buruh-fpr-unjuk-rasa-di-bunderan-hi-dan-istana

May Day, Anak Skinhead Ikut Demo di Gedung Sate

power on mayday

Oleh: Putra Prima
Selasa, 1 Mei 2012, 15:17 WIB
INILAH.COM, Bandung – Aksi demonstrasi ternyata bukan saja diikuti oleh para kaum buruh tapi juga dari para kaum Skinhead dari kelompok yang menamakan diri SOS Strugle Of Skinhead Bandung.

“Kita ambil bagian pada hari buruh ini karena Skinhead bagian dari buruh. Lahirnya Skinhead juga berasal dari buruh atau working class,” kata Canex Skin, salah satu Skinhead usai aksi di depan Gedung Sate Bandung, Selasa (1/5/2012).

Dari pantauan INILAH.COM, para kaum Skinhead tersebut berorasi dengan cara berpuisi dengan judul Cerita Duka dari Kaum Buruh. Mereka membacakan puisi sambil diiringi alat seadanya seperti gitar dan juga drum sederhana.

Sebagai penutup, kaum yang identik dengan kepala plontos itu bersama sama menyanyikan lagu dari Steven and Coconut Treez yang berjudul Bebas Merdeka.

Saat ini massa unjuk rasa terlihat sudah membubarkan diri dari depan Gedung Sate. Mereka pergi meninggalkan Gedung Sate dengan teratur dengan kawalan dari kepolisian.[jul]

Sumber:

http://m.inilah.com/read/detail/1856631/may-day-anak-skinhead-ikut-demo-di-gedung-sate

Poster Mayday 2012 di Bandung

mari satukan kekuatan rakyat. rebut kembali kedaulatan secara bertahap dalam aksi2 massa. bergabunglah. kita tunjukkan pada rezim fasis anti rakyat bahwa kita menginginkan revolusi.

ingin poster mayday ini pada kaosmu? cukup Rp. 30.000,- kau akan mendapatkannya (khusus wilayah bandung).

spesiffikasi kaos:

bahan kain: cotton cardet putih

size: L

tinta desain: metode printing+top coat

ukuran desain: A4

yang berminat hubungi 085795098885

Pernyataan Sikap Terhadap Hasil Sidang Paripurna DPR RI Tentang Rencana Kenaikan Harga BBM

HENTIKAN MONOPOLI PERUSAHAAN MIGAS ASING DI INDONESIA!

LAKSANAKAN REFORMA AGRARIA SEJATI SEKARANG JUGA!

TOLAK PENENTUAN HARGA BBM OLEH HARGA MINYAK DUNIA!

CABUT PASAL 7 AYAT 6 A UU APBN 2012!

TURUNKAN HARGA KEBUTUHAN POKOK!

LAWAN REZIM FASIS ANTI RAKYAT!

Salam Demokrasi!Dagelan politik yang terjadi pada rapat paripurna DPR RI tentang pembahasan UU APBN 2012 menunjukkan dengan jelas watak rezim hari ini. Sikap partai politik yang berubah-ubah telah mempermainkan perasaan dan kehidupan rakyat. Kehidupan rakyat telah dipermainkan oleh kompromi-kompromi busuk antara partai penguasa dengan partai pendukungnya. Usulan pemerintah SBY untuk menambahkan pasal pada UU APBN 2012 telah berhasil dilakukan melalui mekanisme voting di rapat paripurna DPR RI. Dimasukkannya pasal tambahan ini memang membatalkan sementara kenaikan harga BBM, namun pemerintah SBY telah berhasil meletakkan dasar untuk menaikkan harga BBM, yaitu menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar, pada naik turunnya harga minyak dunia. Hal ini bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa harga minyak dunia ditentukan oleh mekanisme pasar bertentangan dengan UUD 1945. Dengan disahkannya Pasal 7 ayat 6A UU APBN 2012 ini, maka membuka alasan utama dari rencana kenaikan harga BBM yang diusulkan oleh pemerintah SBY, yaitu semata-mata disesuaikan dengan harga minyak dunia agar perusahaan migas asing yang beroperasi di Indonesia dapat terus mengeruk keuntungan dan mampu mendominasi tidak hanya pada eksplorasi minyak, namun juga pada penjualan minyak secara eceran. Disinilah posisi pemerintah SBY terlihat dengan jelas, sebagai pelayan setia dan hamba perusahaan asing atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imperialis (Kapitalis Monopoli Asing). Dalam beberapa waktu ke depan, -dapat dipastikan- pemerintah akan menaikkan harga BBM. Sebab krisis Imperialisme yang semakin parah dan monopoli minyak dunia oleh segelintir perusahaan besar akan terus mendongkrak naiknya harga minyak dunia. Hal ini lah yang harus disadari dan dilawan oleh seluruh Rakyat Indonesia. Gerakan rakyat menolak kenaikan harga BBM terbukti telah membawa hasil tertentu, seperti penundaan kenaikan harga BBM dan pecahnya kongsi koalisi partai politik. Namun, dengan liciknya, pemerintah SBY melalui partai politiknya telah berhasil membuat kesepakatan busuk dengan beberapa partai politik yang hakikatnya tidak pernah memikirkan Rakyat. Sehingga terjadi penundaan sementara kenaikan harga BBM dan diserahkannya penentuan harga BBM kepada mekanisme pasar. Sementara, persoalan utama atas kenaikan harga BBM di dalam negeri tidak pernah menjadi bahasan, yaitu monopoli perusahaan migas asing di Indonesia. Penundaan kenaikan harga BBM yang menjadi keputusan rapat paripurna DPR RI atas usulan dari pemerintah SBY, merupakan tipu muslihat licik para penguasa yang tidak pernah memikirkan Rakyat. Penundaan kenaikan harga BBM ini, tidak dapat menurunkan harga-harga kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang sudah terlanjur naik sebelum harga BBM dinaikkan. Sehingga, gerakan Rakyat menolak kenaikan harga BBM dan menuntut pembangunan Industri Nasional dan menolak monopoli perusahaan migas asing di Indonesia harus terus digelorakan. Oleh sebab itu, kami menyatakan sikap:

  1. 1.     HENTIKAN MONOPOLI PERUSAHAAN MIGAS ASING DI INDONESIA!
  2. 2.     LAKSANAKAN REFORMA AGRARIA SEJATI SEKARANG JUGA!
  3. 3.     TOLAK PENENTUAN HARGA BBM OLEH HARGA MINYAK DUNIA!
  4. 4.     CABUT PASAL 7 AYAT 6 A UU APBN 2012!
  5. 5.     TURUNKAN HARGA KEBUTUHAN POKOK!
  6. 6.     LAWAN REZIM FASIS ANTI RAKYAT!

Hidup Rakyat Indonesia!

Sabtu, 31 Maret 2012

PERNYATAAN SIKAP Solidaritas dan Persatuan Rakyat Jawa Barat “Menuntut Pemulihan Hak Rakyat dan Penyelesaian Konflik Agraria dan Lingkungan Hidup”

Oleh: SEKRETARIAT BERSAMA RAKYAT JAWA BARAT
“ PULIHKAN HAK RAKYAT”

Tragedi kematian dan kejahatan kemanusiaan akibat konflik agraria dan lingkungan hidup dalam kasus Mesuji Lampung dan Sumatra Selatan, Sape Bima NTB, Tiaka Sulut, dan ribuan kasus sengketa agraria dan lingkungan hidup di Indonesia adalah segelintir kasus dari ribuan kasus sengketa agraria dan lingkungan hidup yang terjadi Indonesia.

Situasi yang sama di Jawa Barat, beragam konflik agraria dan sengketa ruang dan lingkungan hidup terus berlangsung dan belum terselesaikan. Sengketa agraria dan lingkungan hidup hampir terjadi di 26 kabupaten/Kota di Jawa Barat. Ancaman dan dampak dari sengketa agraria dan lingkungan hidup adalah tindakan kekerasan, intimidasi, dan represifitas aparatur negara (kepolisian, TNI dan pemerintah) yang kemudian berujung pada konflik sosial, kriminalisasi warga/rakyat bahkan berujung kejahatan kemanusiaan dan kematian.

Keberadaan MOU antara BPN dan Kapolri No No 3/SKB/BPN/Tahun 2007 dan No B/576/III/2007  tentang Penanganan Masalah Pertanahan adalah faktor yang determinan terjadinya upaya kekerasan dan represfitas aparatur Kepolisian, TNI dan pemerintah terhadap rakyat yang sedang bersengketa agraria dan lingkungan hidup.Berdasarkan catatan yang ada, sekitar 16 orang menjadi korban kriminalisasi sengketa lahan agraria dan lingkungan hidup.

Contoh kasus yang mengemuka di Jawa Barat diantaranya, kasus sengketa lahan antara Petani penggarap dengan perkebunan di Kertasari, sengketa Lahan di Perum Perhutani (KPH Sumedang, Indramayu, Karawang, Bogor, Bandung Utara dll), sengketa lahan antara Pengungsi Walatra dan perkebunan, Sengketa lahan Warga Puncrut, sengketa lahan kampung Ciosa RDP, Babakan Siliwangi, Warga Bangbayang, Kriminalisasi warga oleh hotel Luxton, sengketa sosial karena pembangunan PLTSA,  kriminalisasi warga di lahan hutan konservasi, Sengketa sosial di kawasan Karst Citatah, sengketa pertambangan pasir besi di pesisir pantai Selatan Jawa Barat, kriminalisasi Warga Gandoang Cileungsi Bogor,  Sengketa Lahan  PDAP Pangalengan, sengketa buruh dengan majikan diperusahaan, sengketa lahan pada pembangunan Waduk Jati Gede Sumedang, penggusuran lahan untuk pembangunan  dan lain-lain.

Fakta ini menunjukaan situasi sosial, ekonomi dan politik  bahwa rezim penguasa yang telah berkuasa dan sedang berkuasa saat ini benar-benar tidak berpihak pada rakyat. Rezim penguasa di Republik Indonesia mulai dari Pemerintahan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota lebih memihak pemodal dan pengusaha untuk menindas rakyatnya sendiri. Selain itu, sengketa agraria dan lingkungan hidup merupakan menyebabkan hak-hak dasar rakyat semakin tidak terpulihkan.

Tuntutan Rakyat
Berdasarkan fakta sosial di atas maka, kami rakyat Jawa Barat  menyatakan sikap pulihkan hak rakyat dan menuntut :
1.    Jalankan  Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta laksanakan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
2.    Tolak Perampasan Tanah
3.    Perlindungan Tanah Ulayat /Adat
4.    Tanah, modal dan teknologi pertanian ekologis modern untuk petani penggarap di bawah kontrol organisasi rakyat
5.    Kemandirian ekonomi nasional, nasionalisasi industri asing, bangun industri dalam negeri berbasis kerakyatan  dan renegoisasi utang luar negri
6.    Cabut Kesepakatan Bersama antara BPN dan Kapolri No 3/SKB/BPN/Tahun 2007 dan No B/576/III/2007  tentang Penanganan Masalah Pertanahan
7.    Bentuk Panitia Penyelesaian Sengketa Agraria (Nasional dan Daerah) dan jalankan Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang UUPA
8.    Tolak Undang-Undang tentang pengadaan tanah untuk pembangunan,  minerba, penanaman modal, kehutanan, sumber daya air dan sektor lainnya yang menindas hak-hak rakyat.
9.    Tangkap dan adili para pelaku pelanggar Hak Asasi Manusia di Mesuji, Sape Bima, Tiaka dan kasus lainnya
10.    Kesehatan dan pendidikan gratis untuk rakyat
11.    Tolak dan hentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga, petani, buruh dari oleh aparatur negara di Jawa Barat (Kasus Petani penggarap di Kertasari, Pengungsi Walatra, Warga Puncrut, Kampung Ciosa Resort Dago Pakar, Babakan Siliwangi, Warga Bangbayang, Kriminalisasi warga oleh hotel Luxton, PLTSA,  Sengketa Karst Citatah, pertambangan pasir besi pantai selatan Jawa Barat, sengketa Jati Gede Sumedang, warga korban kriminalisasi Gandoang Bogor, sengketa lahan di Perum Perhutani (KPH Sumedang, Indramayu, Karawang, Bogor, Bandung Utara ),  Sengketa Lahan  PDAP Pangalengan, penggusuran akibat pembangunan dan lain-lain.
12.    Menuntut Pemerintahan Daerah (Kota/Kabupaten) di Jawa Barat bertanggung jawab menyelesaikan kasus sengketa agraria, lingkungan hidup, pertanian, perkebunan, pertambangan, kehutanan  dalam bentuk kesepakatan multipihak yang melibatkan organisasi rakyat
13.    Upah layak untuk buruh, tolak praktik union busting, hapus sistem kerja kontrak dan out sourching dan bangun Industri kerakyataan.

Seruan Rakyat Jawa Barat
Kami menyerukan kepada seluruh Rakyat Jawa Barat untuk :
1.    Mendiskusikan dan menyuarakan setiap permasalahan ketidakadilan pengelolaan sumber daya alam di Jawa Barat
2.    Membangun posko bersama untuk pulihkan hak rakyat Indonesia  dan penyelesaian sengketa sumber daya alam di Jawa Barat
3.    Merapatkan barisan bersama di Sekber Rakyat Jawa Barat sebagai Posko Pulihkan Hak Rakyat Jawa Barat dan penandatanganan petisi dukungan penyelesaian sengketa agraria dan lingkungan hidup.

Bandung, 11 Januari 2011
SEKRETARIAT BERSAMA RAKYAT JAWA BARAT
“ PULIHKAN HAK RAKYAT”

STNPRM, SRMI, AGRA, Warga Pengungsi Waltra, Warga Jatigede Sumedang, Komunitas Ibun, Komunitas korban Banjir Cieunteung, Warga Ciosa dan Puncrut, FKPA, FK3I, MPLH Godong Sewu, GMNI Jabar dan Sumedang, SHI Jabar, LBH Bandung, Baraya Tani, YKPA, FKWPL Bogor, FMN Bandung, WALHI Jawa Barat, Komunitas Kabuyutan, DPKLTS, Kopri PMII, PSDK,
BANGAR, FP2KC, PRD Jawa Barat, PERAK Indonesia, FPB, FAF, Palamus Subang, GPI,
Himapikani Unpad,  Daya Cipta Budaya

10 (SEPULUH) MAKLUMAT RAKYAT JAWA BARAT

oleh: Al-Jabar


Lindungi, Jamin, Pastikan dan Penuhi Hak Rakyat Segera,

Selamatkan Rakyat Jawa Barat…!

                Akumulasi pengerukan kekayaan alam dan penghisapan tenaga-tenaga rakyat karena kolaborasi antara pemodal dan pengusaha telah menyebabkan terjadinya krisis politik, ekonomi dan sosial budaya yang tidak terpulihkan. Krisis ini ditandai dengan banyaknya kasus/sengketa tata kelola sumber-sumber kehidupan, agraria, perburuhan, perdagangan manusia, sosial dan budaya. Krisis dan sengketa ini pada gilirannya telah mengancam kelangsungan rakyat dan sumber-sumber kehidupan rakyat. Peran negara semakin melemah, peran pemodal semakin menguat, pelanggaran HAM (sipil politik dan Ekosob) semakin bertambah dan korban atas ketidakadilan secara politik, ekonomi dan sosial budaya serta lingkungan hidup semakin meningkat. Situasi ini membuktikan bahwa aparatus negara tidak menjalankan Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV, UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Hak EKOSOB sepenuhnya.

Tak terkecuali krisis dan sengketa yang di alami oleh rakyat Jawa Barat. Krisis dan sengketa akan terus bertambah seiring dengan berjalannya agenda koridor ekonomi Jawa yang dilegalisasi melalui Peraturan presiden republik indonesia Nomor 32 tahun 2011 Tentang Masterplan percepatan dan perluasan Pembangunan ekonomi indonesia 2011-2025 dan Perda RTRW No 22 Tahun 2010 Tentang RTRW Jawa Barat tahun 2009-2029 dan dipermulus oleh kebijakan RTRW di masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan dipastikan akan berdampak dan mengancam kehidupan, keselamatan, keamanan, kesejateraan rakyat  dan lingkungan hidup Jawa Barat secara keseluruhan.

Contoh kasus, di sektor ekonomi  perburuhan, dapat kita periksa : 1) Kontrak & Outsourcing yang diatur dalam UUK 13/2003 adalah perbudakan modern, yang melanggar HAM. Dimana Hak atas pekerjaan yang terus menerus untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh tidak didapat. Negara dalam hal ini pemeintah telah melegalkannya dalam bentuk Undang undang, dimana kontrak dan outsourcing diperbolehkan sehingga buruh/pekerja menjadi barang yang bisa dioper atau diperjual belikan semau majikan/pengusaha. Ketidakpastian akan pekerjaan membuat kepastian akan mendapatkan kesejahteraan juga tidak akan didapat. Dan fakta menunjukkan bahwa sudah 70% tenaga kerja Indonesia sekarang dalam keadaan hubungan yang tak pasti (BPS, Februari 2008) karena sistem kontrak & outsourcing tersebut, dengan demikian maka Negara telah melakukan pelanggaran HAM Berat, yakni menjadikan warga negaranya menjadi BUDAK di NEGERI SENDIRI. 2) UPAH MURAH yang dilegalkan dengan PERMEN 17/2005 adalah Pelanggaran HAM, dimana menunjukkan Negara yang dijalankan oleh pemerintah saat ini tidak melindungi Buruh untuk menhdapatkan kesejahteraannya melalui upah yang  di dapat. 3) PHK adalah PELANGGARAN HAM oleh Negara yang dilegalkan dengan aturan peradilan, padahal Negara seharusnya melindungi rakyatnya agar mendapatkan pekerjaan. Maka memberikan ruang atau kesempatan PHK adalah pelanggaran HAM. 4) UNION BUSTING adalah PELANGGARAN HAM, Kebebasan berorganisasi dan berserikat diatur dalam UUD 1945, tetapi prakteknya Negara atau pemerintah tidak mampu meberikan perlindungan kepada Buruh/pekerja yang membuat organisasi dan di PHK atau dimutasi dan dipersulit oleh perusahaan. Seharusnya pemerintah hadir untuk memberikan sanksi kepada pengusaha dan memberikan perlindungan kepada buruh/serikat buruh. Namun sebaliknya selama ini kasus-kasus UNION BUSTING (Pemberangusan Serikat buruh dengan berbagai pola) tidak tersentuh oleh hukum.

Di sektor Agraria, “Perampasan Tanah dan Kriminalisasi Petani ” terus di alami dan belum terselesaikan seperti yang dialami Petani Penggarap di Pangalengan dan petani di Garut yang bersengketa dengan PDAP (perusahaan daerah yang korup dan merugikan pemerintah daerah). Masyarakat Rumpin vs TNI AU atang Sanjaya dan masyarakat Jabar Selatan yang berhadapan dengan proyek galian pasir besi , Sengketa Lahan antara Penggarap lahan hutan dengan Perhutani di Karawang, Indramayu, Garut, Bogor dll.

Di sektor ruang dan lingkungan hidup, kebijakan soal perijinan pembangunan yang menguntungkan pelaku usaha telah merusak tata ruang dan lingkungan hidup dan sumber kehidupan rakyat. Implementasi kebijakan koridor ekonomi Jawa Barat telah berakibat pada alih fungsi kawasan, eksploitasi tambang dan energi, penggusuran dan pengusiran, perampasan tanah, serta menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta sengketa ruang dan lingkungan hidup yang semakin meningkat.

Praktiknya,  ditemukan beberapa kasus yang melanggar HAM seperti  kasus sengketa ruang di KBU antara warga punclut dan Ciputra, warga Ciosa vs PT Bandung Pakar, pengrusakan hutan oleh PT CGI di kawasan hutan konservasi yang dibiarkan sementara masyarakat Ibun terkena kasus mengambil beberapa ranting kayu yang sudah patah untuk dijadikan kayu bakar di tangkap dan adili. Pembiaran dan Penelantaran Pengungsi Walatra, Korban Banjir di Bandung Selatan dan di Bumi Jawa Barat lainnya yang menjerit-jerit di tengah korupsi pejabat yang merajalela, terancamnya kesehatan dan keselamatan masyarakat korban di sekitar TPA dan pertambangan dan panas bumi yang tersebar di Jawa Barat, kasus penelantaran korban pengusuran pembangunan waduk Jati Gede, krisis air bersih dan air minum di perkotaan dll. Pada kenyataanya, kasus-kasus perjuangan warga untuk memperoleh hak atas lingkungan yang sehat dan bersih dan keselamatan dari ancaman bencana selalu berujung pada KRIMINALISASI TERHADAP WARGA YANG BERJUANG ATAS KEADILAN RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP. Kasus-kasus pelanggaran HAM juga terjadi di sektor kesehatan, pendidikan, perumahan rakyat, masyarakat adat dan sebagainya.

Berdasar pada fakta di atas maka kami Rakyat Jawa Barat menyatakan dan mendeklarasikan  MAKLUMAT RAKYAT JAWA BARAT untuk segenap aparatus negara pusat, propinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat sebagai berikut :

  1. 1.       Menuntut aparatus negara menjamin perlindungan, keselamatan, keamanan dan kemakmuran kehidupan kaum tani, buruh tani, buruh, buruh migran, keluarga, ibu dan anak, perempuan, nelayan, pemuda, guru, kaum miskin kota, difabel, masyarakat adat dan kaum marjinal lainnya.
  2. 2.       Menuntut jaminan perlindungan hak rakyat untuk mengelola sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup, air, tanah, pangan, hutan, sandang, udara dan energi yang berkeadilan
  3. 3.       Menuntut jaminan perlindungan hak rakyat atas kesehatan yang gratis, pendidikan yang murah, upah dan pekerjaan yang layak dan perumahan yang  sehat dan bersih
  4. 4.       Menghentikan segala bentuk kriminalisasi, intimidasi, diskriminasi dan upaya-upaya represif aparatus negara terhadap rakyat di berbagai sektor dan aspek kehidupan.
  5. 5.       Menuntut negara menjamin hak atas perlindungan dan penataan ruang dan lingkungan hidup yang sehat, bersih, berkeadilan dan berkelanjutan
  6. 6.       Menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM seperti perdagangan manusia, sengketa agraria/pertanahan, pengrusakan alam, ruang dan lingkungan hidup, penggusuran dan pengusiran warga, kriminalisasi terhadap buruh, korban ruang dan lingkungan di Jawa Barat
  7. 7.       Menuntut aparatus negara mengusut tuntas, menangkap dan mengadili pelanggaran HAM seperti korupsi pejabat dan pengusaha nakal, pengusaha yang memberikan upah murah dan PHK massal, perbudakan buruh, sistem out sourcing, penembakan dan pembiaran terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
  8. 8.       Menuntut profesionalisme aparatur penegak hukum dalam menegakan aturan, tugas dan kewenangannya dalam menyelesaikan kasus/sengketa sosial, sumber daya alam, dan perburuhan di atas pilar keadilan sosial
  9. 9.       Menuntut semua aparatus negara /pengurus publik menjamin pemenuhan hak rakyat atas akses informasi dan partisipasi yang akuntabel dan terbuka
  10. 10.   Menuntut dan menghentikan segala bentuk tindakan kekerasan aparatus negara yang membungkam kebebasan rakyat untuk memilih dan dipilih, berpendapat,berserikat, berkumpul, berorganisasi dan berpendapat di muka umum.

Bandung, 13 Desember 2011

ALIANSI RAKYAT JAWA BARAT (AL JABAR)

( Warga Korban Banjir Cieunteung, Pengungsi Walatra, Warga Ibun, Warga Korban Pembangunan Apartemen dan Hotel di KBU, Korban Pembangunan PLTSa, Warga Rancabentang, FKWPL Bogor, CMC Forum, Warga Korban TPA, SBSI 92, KASBI, AGRA JABAR, LBH Bandung, PERAK INDONESIA, GERAM, FMN, FKPA, PSDK, KPB, Baraya Bandung,  MLPH Godong Sewu, SHI Jawa Barat, Pepeling,FK3I, FSPM, FP2KC, FPB, DPKLTS, Komunitas Kabuyutan,  Daya Cipta Budaya, Inisiatif, Komunitas Taboo, ASAS UPI, UKSK UPI, BANGAR,Katurnagari, Rumah Cemara, WALHI Jabar)

This slideshow requires JavaScript.

Korupsi = Pelanggaran HAM

PERNYATAAN SIKAP

ALIANSI RAKYAT JAWA BARAT

Fenomena korupsi yang tercatat dalam sejarah nasional pernah bikin bangkrut dan bubar VOC, hari ini kembali menggejala dan menjadi penyakit dalam birokrasi Indonesia. korupsi nyata-nyata telah menjadi musuh seluruh sektor masyarakat karena berkaitan dengan kebijakan pelaku korupsi (pejabat pemerintah).

Di negara dengan rezim di bawah intervensi negara adi daya dan kekayaan alam dalam genggaman monopoli tuan tanah tipe baru, kasus korupsi bukan menjadi persoalan moral individu atau masalah pribadi pejabat semata. Jadi siapa pun pejabat negara yang bisa mengeluarkan kebijakan, akan terjebak tindakan-tindakan yang berkaitan erat dengan korupsi.

Maka jika dilihat dari beberapa persoalan yang tertampung di Aliansi Rakyat Jawa Barat (terlampir), kita akan bisa melihat bahwa sistem politik ekonomi hari ini mengondisikan suap, kolusi, korupsi dan lain-lain telah menjadi keseharian pejabat dan membuat kebijakan yang lahir sama sekali tak berpihak pada rakyat.

Desakan-desakan internasional terhadap kebijakan nasional dan akan menjadi ladang korupsi pejabat begitu menjamur pasca krisis global meletus di Amerika dan negara-negara kapitalis. Sebagai obat dari keris global, Indonesia adalah salah satu negara yang akan kian dieksploitasi kekayaan alamya. Contoh konkritnya adalah kasus Freeport. Perusahaan tambang Emas milik Amerika ini, telah menghasilkan emas kualitas tinggi sedunia. Namun masyarakat sekitar (Papua) hanya mendapat limbah dan intimidasi ketika melakukan protes. Bahkan buruh lokal Freeport harus mogok untuk menuntut kenaikan upah.

Sementra ke depan, WTO yang telah membuat pendidikan, kesehatan,  dll di negeri ini kian mahal karena dikomersilkan, dalam pertemuannya di Geneva Swiss akan memasukkan sektor pertanian menjadi komoditi dalam perdagangan bebas. Lantas bagai mana nasib petani miskin? Ketika kentang di impor, petani kaya pun menjerit, bagai mana jika seluruh jenis komoditi pertanian kita impor dari luar negeri?

Belum lagi masalah yang dihadapi buruh pabrik, buruh migrant, sengketa tanah, dan masalah-masalah lingkungan dan tetek bengek lainnya yang seabreg dan sering berujung pada kriminalisasi masyarakat dan intimidasi dari pihak aparat keamanan. Semua persoalan tersebut adalah buntut dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyatnya dan berpihak pada desakan kepentingan asing yang dibumbui suap dll.

Seperti yang terjadi di jawa barat, kebijakan soal perijinan pembangunan yang menguntungkan pelaku usaha telah merusak tata ruang lingkungan, dan SDA. Misalnya masalah di KBU, warga punclut vs Ciputra dan warga Ciosa vs Dago Resort yang berujung kriminalisasi terhadap warga yang melakukan penolakan. GRPP menimbulkan masalah di kawasan Tangkuban perahu. Cevron melakukan eksploitasi di kawasan hutan konversi sementara masyarakat Ibun terkena kasus ilegal loging di kawasan yang sama ketika mereka mengambil beberapa ranting kayu yang sudah patah untuk dijadikan kayu bakar.

Persoalan Agraria “Perampasan Tanah dan Kriminalisasi Petani” juga terus dialami dan belum terselesaikan seperti yang dialami Petani Penggarap di Pangalengan dan petani di Garut yang bersengketa dengan PDAP (perusahaan daerah yang korup dan merugikan pemerintah daerah). Masyarakat Rumpin vs TNI AU atang Sanjaya dan masyarakat Jabar Selatan yang berhadapan dengan proyek galian pasir besi yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan bencana alam pada seluruh garis pantai wilayah Jawa Barat pada beberapa tahun kedepan.

Di sektor Perburuhan, telah terjadi korupsi di PH. Upah yang tidak sesuai Koefisien Hidup Layak (KHL), sistem kerja kontrak yang tidak memberikan jaminan masa depan bagi para pekerja dan  Pemutusan Hubungan Kerja yang terus mengancam dan masih dialami para pekerja di wilayah Jawa Barat masih menjadi mimpi buruh bagi buruh. Praktek Union Busting / Pemberangusan Serikat Pekerja oleh beberapa perusahaan juga masih sering terjadi, bahkan di Jawa Barat beberapa pabrik belum mendaftarkan para pekerja dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Selain itu, sebagai provinsi terbesar ke-3 yang mengirimkan tenaga kerja Indonesia/ Buruh Migran, perlindungan Buruh Migran masih sangat lemah.

Pada sisi Sipol, soal-soal kebebasan beragama, kebebasan berpendapat & ekspresi, perlindungan saksi & korban belum mendapat jaminan keamanan dan hukum dari aparat dan penegak hukum. Bahkan dalam beberapa kasus negara melalui aparatur pemerintahan dan aparat penegak hukum cenderung abstain dalam memberikan pemenuhan, perlindungan dan penghormatan kepada warga negaranya.

Persoalan- persoalan Ekosob seperti pendidikan murah untuk rakyat, hak kesehatan, hak pekerjaan yang layak masih menjadi hal yang utopis bagi rakyat di negeri yang kaya akan sumber daya alam  ini.

Sementara persolan-persoalan yang sekian banyak itu belum begitu terperhatikan, Isu korupsi seperti kasus Century, Wisma Atlet dan Bansos kota bandung kian memperburuk wajah negeri ini. Apakah ketua KPK baru ini akan menghadapi jalan buntu dan akhirnya tak tuntas juga? Dan lemahnya penegak hukum, telah menjerumuskan rakyat tertindas pada ruang jeruji besi. Padahal yang menjadi korban sesungguhnya adalah rakyat.

Sehingga terlihat jelas, bahwa tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan dan aparat penegak hukum yang terus menerus terjadi melahirkan kebijakan yang merugikan rakyat, menghasilkan fasilitas publik yang mengancam keselamatan rakyat, dan penegakkan hukum yang lemah sehingga melukai rasa keadilan rakyat Indonesia

Maka kami, Aliansi Rakyat Jawa Barat, turun ke jalan pada tanggal 09 desember 2011 ini untuk menolak segala kebijakan pemerintah yang korup dan anti rakyat. Serta mengajak segenap rakyat Jawa Barat dari segala sektor untuk bergabung dalam penetapan moment “Hari Penghakiman Rakyat Jabar” pada tanggal 13 Desember, sudah saatnya rakyat Jawa Barat memberikan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja aparat pemerintahan di seluruh wilayah Jawa Barat dan aparat penegak hukum selama tahun 2011.

Bandung, 09 Desember 2011

Aliansi Rakyat Jawa Barat

(AGRA Jabar-Banten, KASBI, SBSI 92, FSPM, PERAK, KAMMI Jabar,

FMN Bandung, FGII, WALHI Jabar, LBH Bandung, dan Ormawa lainnya)

Bagi organisasi yang hendak

bergabung dalam ALIANSI RAKYAT JAWA BARAT

hubungi Amran Halim (085795098885)

Pernyataan Sikap AGRA Jabar-Banten

ALIANSI GERAKAN REFORMA AGRARIA

JAWA BARAT

 

Pernyataan Sikap Atas Pemanggilan Dua Orang Anggota AGRA Pangalengan Oleh Polres Kabupaten Bandung

Salam Demokrasi!

Perjuangan kaum tani di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat merupakan suatu perjuangan panjang kaum tani atas tanah. Keadaan kehidupan yang sulit, pendapatan yang berada di bawah penghidupan layak karena hidup sebagai buruh tani, serta kenaikan harga bahan-bahan pokok, biaya kesehatan, biaya pendidikan dan kenaikan harga BBM memaksa kaum tani untuk hidup dalam kemiskinan yang abadi.

Keberadaan PDAP (Perusahaan Daerah Agribisnis dan Pertambangan) di Pangalengan sama sekali tidak mampu meningkatkan kehidupan kaum tani tidak bertanah. Bahkan, dalam prakteknya PDAP banyak menyewakan tanah kepada tuan tanah lokal atau kepada tani kaya dan melatenkan posisi kaum tani tidak bertanah sebagai buruh tani.

Masyarakat Pangalengan merupakan pengelola tanah Sampalan (objek sengketa agraria antara PDAP dan Kaum Tani Pangalengan) sejak masa sebelum penjajahan Belanda. Penjajahan-lah yang memaksa mereka keluar dari tanah Sampalan dan kemudian pengusiran yang dilakukan oleh penjajah itu dilanjutkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Sejak tahun 2004, kaum tani Pangalengan berhasil mengelola tanah Sampalan. Pengelolaan tanah Sampalan secara bersama-sama oleh Kaum Tani Pangalengan ini, terbukti telah mampu sedikit meningkatkan kesejahteraan kaum tani. Meskipun secara keseluruhan mereka masih kekurangan, karena adanya monopoli bibit, benih, pupuk dan obat-obatan pertanian yang mengakibatkan tingginya biaya produksi pertanian serta monopoli pasar yang mengakibatkan harga produksi tanaman mereka dihargai dengan harga yang murah. Namun setidaknya, ada peningkatan pendapatan yang mereka dapatkan.

Sesuai dengan amanat Konstitusi Republik Indonesia dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), sudah menjadi hak kaum tani untuk memiliki tanah. Posisi negara adalah untuk memastikan kaum tani mendapatkan haknya atas tanah, hak atas modal dan teknologi pertanian serta hak atas akses pasar.

Namun, sejak tahun 2004, kaum tani Pangalengan selalu dijadikan korban intimidasi dan kekerasan oleh PDAP maupun oleh aparat yang terkait seperti militer dan kepolisian. Kasus yang terbaru adalah dukungan yang diberikan oleh Polsek Pangalengan, Koramil Pangalengan, Polres Kabupaten Bandung terhadap PDAP dan tindakan intimidasi yang dilakukan oleh Polsek Pangalengan, Koramil Pangalengan dan Polres Kabupaten Bandung terhadap kaum tani Pangalengan.

Dengan mendasarkan tindakannya berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Bandung, yang sebetulnya tidak bisa menjadi alas tindakan, Pihak Polres Kabupaten Bandung, Polsek Pangalengan dan Koramil Pangalengan menunjukan sikapnya yang sejati yaitu mendukung PDAP dan bersedia menghabisi kaum tani.

Bentrokan yang terjadi pada tanggal 24 Oktober 2011, pada sore hari antara PDAP yang pada saat itu didampingi oleh preman, LPM RI, Polsek Pangalengan, Koramil Pangalengan dan Polres Kabupaten Bandung dengan kaum tani Pangalengan merupakan suatu bentrokan akibat provokasi PDAP, preman, LPM RI, Polsek Pangalengan, Koramil Pangalengan dan Polres Kabupaten Bandung yang melakukan pematokan diatas tanah yang sedang dikelola oleh kaum tani Pangalengan. Sehingga kaum tani Pangalengan tidak bisa dituntut dengan alasan telah melakukan pengrusakan, karena hal tersebut merupakan akibat dari tindakan provokasi yang dilakukan oleh PDAP, preman, LPM RI, Polsek Pangalengan, Koramil Pangalengan dan Polres Kabupaten Bandung sendiri.

Selain itu, ditetapkannya 2 (dua) orang anggota AGRA sebagai tersangka dengan tuduhan Pasal 170 KUHP, juga ditenggarai berhubungan dengan kasus tanah yang lain, yaitu konflik antara PTPN VIII dengan pengungsi korban gempa Pangalengan yang terjadi pada tahun 2008. Para korban gempa ini hingga saat ini belum direlokasi secara layak dan mereka terus tinggal di areal PTPN VIII, yang dikenal dengan Walatra hingga mendapatkan relokasi yang layak. Hal ini sebetulnya telah dijamin oleh DPRD Jabar, bahwa pengungsi Walatra bisa tetap tinggal di sana hingga ada relokasi resmi dari pemerintah. Namun, relokasi resmi belum juga dilaksanakan dan pengungsi Walatra terus menerus mendapatkan intimidasi dan teror dari PTPN VIII yang juga didukung oleh Kepolisian setempat.

Dua orang anggota AGRA Pangalengan yang dijadikan tersangka oleh Polres Kabupaten Bandung merupakan juga bagian dari Pengungsi Walatra. Sehingga, dengan menempatkan dua orang ini sebagai tersangka, maka PTPN VIII juga akan lapang jalannya dan leluasa melakukan intimidasi dan teror bahkan pengusiran kepada Pengungsi Walatra.

Melihat kerjasama yang sangat jelas antara PTPN VIII, PDAP, Polsek Pangalengan, Koramil Pangalengan, Polres Bandung dan pemerintahan setempat untuk terus menerus melakukan intimidasi dan kekerasan serta perampasan tanah kepada kaum tani Pangalengan, maka kami menyatakan:

  1. Memprotes tindakan Polres Kabupaten Bandung yang menetapkan 2 (dua) orang anggota AGRA Pangalengan sebagai Tersangka dengan tuduhan Pasal 170 KUHP, karena bertentangan dengan asas keadilan dan kemanusiaan serta sangat sarat dengan kepentingan pemilik modal
  2. Menuntut Polres Kabupaten Bandung mencabut penetapan tersangka terhadap 2 (dua) orang anggota AGRA Pangalengan
  3. Menuntut dilaksanakannya land reform sejati

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Kepada kawan-kawan yang mendukung terlaksananya reforma agraria sejati dan tidak setuju dengan ketidak adilan yang dihadapi oleh kaum tani Pangalengan, maka dapat mengirimkan surat protes kepada nomor-nomor berikut ini:

Faks Polda Jabar                                                                                               0227800029

Faks Polres Kabupaten Bandung                                                               0224203505

Intel Polres Kabupaten Bandung/Penyidik Kiki Hermawan            081322459716

Intel Polres Kabupaten Bandung/Penyidik Asep Suhendar           081227200755

Bagi kawan-kawan yang ingin mendapatkan informasi lebih lanjut, bisa menghubungi ke alamat imel Agra Jabar Banten.

Terima Kasih

Bandung, 27 November 2011

AGRA Jabar Banten

Amran Halim

Pimpinan AGRA AC Pangalengan, didesak segerombolan MUSPIKA Pangalengan, preman, dan direksi jajaran PDAP yang dipimpin oleh petugas kepolisian sektor Pangalengan, untuk menandatangani surat kesepakatan penyerahan lahan kepada PDAP pada hari Jumat, 21 Oktober 2011.

Pimpinan AGRA AC Pangalengan, didesak segerombolan MUSPIKA Pangalengan, preman, dan direksi jajaran PDAP yang dipimpin oleh petugas kepolisian sektor Pangalengan, untuk menandatangani surat kesepakatan penyerahan lahan kepada PDAP pada hari Jumat, 21 Oktober 2011.

KASUS POSISI:

Sekitar pukul 14:45 waktu setempat pada hari jumat, 21 Oktober 2011, rumah kediaman Sutarman (pimpinan AGRA AC Pangalengan) disantroni sekitar 50 orang berperangai tak menyenangkan. Mereka adalah jajaran direksi PDAP, Koramil, pejabat Kecamatan Pangalengan, LPMRI (Lembaga Pemantau Masyarakat Republik Indonesia), beberapa preman dan petugas kepolisian sector Pangalengan.

Maksud dari kedatangan mereka untuk meminta tanda tangan penyerahan lahan garapan Sutarman seluas 50 tumbak yang terletak di lahan Sampalan (lahan terlantar PDAP yang telah diokupasi warga sejak 2004). Ini adalah bentuk intimidasi. Penekanan mental dan mengarah pada pemaksaan. Padahal hasil putusan pengadilan tipiring dengan majelis hakim Hanry Hengky Suatan di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Senin, 3 Oktober 2011, tidak menyebutkan soal keharusan penyerahan lahan pada PDAP.

Tindakan-tindakan intimidasi terhadap petani penggarap lahan Sampalan yang dilakukan oleh PDAP yang “didekeng” oleh Muspika Pangalengan dan preman setempat tak hanya kali ini saja. Selain itu para petani penggarap Sampalan disebut-sebut telah merugikan Negara  sebesar Rp. 2.100 milyar (keterangan Direktur PDAP pada wartawan), Padahal tidak seperti yang telah dilakukan PDAP sebelum okupasi terjadi (lahan diterlantarkan dan merusak lingkungan).

Dan soal kerugian bagi Negara, menurut keterangan, PDAP telah melakukan jual beli lahan seluas 1 Ha pada warga cieurih dengan tameng penebusan sertifikat tanah yang bekerja sama dengan pihak Desa Marga Mekar.Juga melakukan praktek penyewaan lahan (pada H Ayi, H Amas, Wargi Mandiri, Tresna Mekar, H Atan, H Aep, H Dadang, Mang Ruhyat, Ade Ustad, Paguyuban, dll) dengan biaya sewa Rp. 5.000,- s/d Rp. 6.000,- per tumbak per tahun (1 tumbak = 16 Meter2 / 14 Are / 0,0016 Ha), Praktek penebangan pohon,dan yang terungkap secara jelas oleh BPK atas pemeriksaan tahun buku PDAP 2003-2005 ditemukan praktek KKN oleh jajaran direksi PDAP seperti: Penyimpangan Penjualan Tanah dan Bangunan Eks Pabrik Tenun Garut (PTG) Jl. Guntur No. 9 Garut Merugikan Keuangan Daerah Sebesar Rp7.568.626.000,-. Penyimpangan Pemberian Kompensasi Bagi Penghuni Rumah Dinas dan Penggarap Lahan di Komplek Eks PTG Yang Tidak Didukung dengan Dasar Hukum Yang Sah, Merugikan Keuangan Daerah Sebesar Rp2.932.656.250,-. Penyimpangan Pemberian Bonus Penjualan Aset Eks PTG Yang Tidak Didukung dengan Dasar Hukum Yang Sah Merugikan Keuangan Daerah Sebesar Rp587.821.341,-. Penyimpangan Kegiatan Penambangan Mangan yang Tidak Mengikuti Ketentuan Yang Berlaku Merugikan Keuangan Daerah Sebesar Rp825.520.465,-. Penyimpangan Pada Pekerjaan Renovasi Bangunan Pabrik Teh Hitam yang Tidak Mengikuti Ketentuan yang Berlaku, Sehingga Merugikan Keuangan Perusahaan/Daerah Sebesar Rp428.057.839,63. Kenyataan ini tidak sejalan dari tujuan penggabungan 4 perusahaan daerah oleh Pemprop pada tahun 1999, yakni untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat sekitar dan meningkatkan PAD Pemprop Jabar.

Dari pemaparan di atas, jelas lah bahwa PDAP telah gagal menyejahtrakan masyarakat sekitar bahkan merugikan pemerintah hingga ratusan milyar. Sementara petani penggarap sedang menjalankan landreform dan amanah UUPA th 60.

Maka dengan ini, kami mengutuk segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi yang dilakukan PDAP dengan “dekengan” Polisi, Muspika dan preman terhadap petani penggarap lahan Sampalan Pangalengan. Laksanakan reforma Agraria, cabut SHPL Kerta Sari Mamin, dan berikan petani penggarap Sampalan Pangalengan Hak Garap. Serta tindak tegas kepolisian sektor pangalengan atas segala bentuk penyalahgunaan  kewenangan seagai aparat kemanan setempat.

Bandung, 22 Oktober 2010

 

SARAN TINDAKAN:

Harap mengirim surat kepada instansi yang berwenang Komnas HAM, Ombudsman, Polda Jabar, Plres Bandung, Polsek Pangalengan, menyatakan keprihatinan anda yang mendalam mengenai tindakan pendesakan penandatanganan penyerahan lahan terhadap Sutarman. Para pihak yang berwenang harus menggunakan segala cara yang diperlukan untuk memastikan bahwa penyidikan dilaksanakan dengan seksama untuk menjamin agar para pelaku dihukum dengan hukuman yang sesuai. Harap desak mereka untuk menyidik kasus ini tanpa adanya penundaan. Korban harus mendapatkan kompensasi yang sesuai pasca persidangan.

Contoh surat: di bawah ini

 

kop surat

_____________________________

No      : Istimewa

Hal      : Pengaduan

Lamp. : 1 berkas kronologis

 

Kepada Yth._____________,

di tempat

Pimpinan AGRA AC Pangalengan, didesak segerombolan MUSPIKA Pangalengan, preman, dan direksi jajaran PDAP yang dipimpin oleh petugas kepolisian sektor Pangalengan, untuk menandatangani surat kesepakatan penyerahan lahan kepada PDAP pada hari Jumat, 21 Oktober 2011.

Nama korban: Sutarman, Pimpinan ABGRA AC Pangalengan.

Nama yang diduga sebagai pelaku:  Wawan dan petugas kepolisian lain yang tidak teridentifikasi yang bertugas di Kepolisian Sektor Pangalengan.

Tanggal kejadian:  21 Oktober 2011

Tempat kejadian perkara:  Di dalam rumah Sutarman. Kp. Loskulalet, Ds. Marga Mekar, Kec Pangalengan, Kab. Bandung, Idonesia

Kami menulis surat ini untuk menyatakan keprihatinan kami yang mendalam mengenai tindakan kepolisian yang memimpin segerombolan orang dan jajaran PDAP untuk meakukan desakan pada Sutarman untuk menandatangani kesepakatan peyerahan lahan.

Dengan kedatangan segerombolan orang (sekitar 50 orang) dari pihak-pihak yang tidak bersangkutan dengan persoalan sengketa lahan Sampalan PDAP dengan Petani Penggarap Pangalengan seperti pihak Koramil, Kecamatan dan bahkan Ormas LPMRI dan beberapa orang prmean, adalah bentuk penekanan mental (intimidasi) agar Sutarman memberikan tanda tangannya.

Padahal, persoalan sengketa lahan Sampalan—pada hasil putusan pengadilan tipiring dengan majelis hakim Hanry Hengky Suatan di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Senin, 3 Oktober 2011, tidak menyebutkan soal keharusan penyerahan lahan pada PDAP. Apalagi pembenaran tindakan penggerebekan segerombolan orang ersebut yang dipimpin langsung oleh kepolisian sektor Pangalengan. Vonis yang ada hanya menetapkan agar Sutarman, Agit, dan Sumpena tidak melakukan hal yang sama selama masa uji 3 bulan.

Informasi di atas membuat kami bertanya-tanya apakah pihak yang berwenang di Indonesia menganggap bahwa kepolisian sektor berhak melakukan tindakan penekanan terhadap salah satu pihak yang bersengketa (Sutarman) dalam masa tengang vonis putusan sidang dengan tanpa alsan yang sah dan tanpa surat perintah dari pengadilan dan kemudian memimpin segerombolan orang dan mendamping pihak lainnya (PDAP) untuk mendapatkan tandatangan kesepakantan penyerahan lahan kepada PDAP merupakan tindakan yang umum dilakukan?

Apabila Indonesia bersungguh-sungguh ingin mengakhiri budaya impunitas, hal ini akan mendorong diterapkannya standar peradilan yang adil dalam seluruh tingkat penyidikan, pengadilan dan pasca persidangan. Dalam kasus Sutarman, ia didesak secara mental untuk memberikan tandatangan penyerahan lahan seluas 50 tumbak hasil okupasi tahun 2004 (kronologis terlampir). Oleh karena itu, ia merupakan korban dari penyalahgunaan kewenangan kepolisian sektor Pangalengan yang tidak sah dan kami mendesak pemerintah Indonesia untuk menegakkan hak atas kompensasi. Merupakan suatu kewajiban bagi lembaga penegakan HAM di Indonesia dan lembaga pemantau kinerja kepolisian untuk menyidik orang-orang yang bertanggung jawab atas tindakan intimidasi yang dilakukan terhadap Sutarman.

Berdasarkan hal-hal di atas, kami mendesak anda untuk melakukan tindakan hukum dan sanksi disipliner dalam persoalan sengketa lahan antara ribuan petani pengarap Sampalan Pangalengan dengan PDAP ini tanpa adanya penundaan. Para pihak yang diduga sebagai pelaku harus dihentikan sementara dari jabatannya atau dipindahtugaskan  apabila dinilai dapat mengganggu jalannya penyelesaian sengketa lahan dan pelaksanaan reforma agraria di Pangalengan. Kami meminta agar korban mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan putusan sidang. Kami memohon lebih lanjut agar anda menggunakan seluruh usaha untuk menghentikan upaya intimidasi, penggerebekan, apalagi jka sampai terjadi penangkapan ilegal dan penyiksaan oleh polisi sehingga para pelaku sama sekali tidak dapat menikmati impunitas.

Kami mengharapkan tanggapan yang sesuai dan efektif dari Anda mengenai hal ini.

Bandung, 22 Oktober 2011

Hormat kami,

pimpinan lembaga

—————–

 

hentikan intimidasi oknum polisi terhadap petani

polisi harusnya melindung rakyat bukan pengusaha

Korban Gempa Walatra Tagih Janji Wagub Jabar

Minggu, 11/09/2011 – 14:56

SOREANG, (PRLM).- Warga korban gempa bumi Pangalengan yang masih bertahan di Kebun Teh Walatra menagih janji Wagub H. Dede Yusuf yang akan mencarikan lokasi baru permukimannya. Warga mendesak agar segera mendapatkan lokasi baru sehingga tidak sering mendapatkan intimidasi maupun ancaman dari pihak-pihak tak bertanggung jawab.

“Kami menagih janji Bapak Dede Yusuf selaku wakil gubernur Jabar yang diucapkan selepas Salat Idulfitri tahun 2009 lalu. Waktu itu Pak Dede Yusuf akan merelokasi dan menyediakan permukiman segera kepada korban gempa,” kata Koordinator Solidaritas Masyarakat Korban Gempa Pangalengan (SMKGP), Wahyudin, dalam pernyataannya ke “PRLM”, Minggu (11/9).

Dari data, Wagub Dede Yusuf ikut dalam salat Idulfitri pada tahun 2009 di Kebun Teh Walatra bersama dengan para pengungsi. Wagub sempat makan ketupat bersama dan diwawancarai secara langsung oleh wartawan cetak dan elektronik termasuk janji untuk segera merelokasi para pengungsi ke lahan milik Pemprov Jabar yang berada di Pangalengan.

Menurut Wahyudin, saat itu Wagub berjanji selama 16 hari dari pascabencana 2 September 2009 akan memberikan relokasi kepada warga korban. “Wagub juga menyatakan Kampung Margakawit yang dihuni warga korban gempa adalah merupakan wilayah yang tidak layak huni dikarenakan kemiringannya sampai 45-60 persen dan rawan bencana Longsor,” ucapnya.

Jumlah korban gempa sebanyak 75 kepala keluarga (KK), kata Wahyudin, masih terkatung-katung nasibnya. “ Sampai detik ini , warga korban belum mendapatkan kejelasan tempat tinggal yang dijanjikan pemerintah. Kebijakan penanggulangan yang dilakukan Pemkab Bandung maupun Pemprov Jabar sangat lambat. Sebelumnya, memang ada upaya yang dilakukan DPRD Kab. Bandung dengan membuat surat kesepakatan bersama pihak PTPN VIII agar korban gempa persilahkan sementara waktu tinggal di lahan PTPN VIII sebelum ada kejelasan relokasi,” katanya.

Selain itu, korban gempa dan SMKGP juga meminta Komnasham melakukan investigasi atas penelantaran hak-hak asasi warga pengungsi Walatra. (A-71/A-120)***

ditaut dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/158089