Ngaji Diri

Cermin: Amran Halim

 

Di depan cermin ia melonggarkan lilitan dasi di lehernya, melepas segala aksesoris yang tertempel di tubuhnya. Lama ia memandangi dirinya dalam dimensi lain. Geram. Menggali pertanyaan-pertanyaan tentang diri. Meruntuki segala kritikan yang menimpanya hari ini.

“Saya tuh mengkel sama dia. Bisa-bisanya men-just ini-itu prihal saya. Emang dia siapa, tau apa sih dia? Tuhan juga bukan! Saya kadang ragu kalo penilaian dia tuh objektif prihal kinerja saya. Atau sekadar tuduhan?

”Masa ia menuduh saya kurang serius dalam menjalankan tugas? Emang nampak?” Ia terdiam. Memandangi wajahnya dalam dimensi lain. Ada yang coba membuka kantung-kantung memori. Namun ia segera menutupnya rapat. “Ah, selalu serius!”

“Katanya saya nampak lesu?” Ia kembali terdiam. Merasa ada yang sedang menggali loker ingatan, ia gegas menguburnya dalam. “Semangat kok!” Yakin.

“Saya nampak stres gitu?” ia mengusap wajahnya. Lagi-lagi seperti ada yang menilik kantung-kantung ingatan di otak. Tapi emosi cepat-cepat menampik dan menutupnya kembali.

“Tidak juga. Saya rasa saya ikhlas dalam melakukan sesuatu. Malah dia yang seperti itu! Mentang-mentang orang kepercayaan bos. Seenaknya saja ia menilai saya seperti itu di depan Bos. Wah reputasi saya hancur di depan bos. Tapi kenapa saya tak membantah penilaianya barusan. Bodoh!” Mematung sejenak. Meruntuki diri. Mati langkah.

“Hei, cermin! apa kau sepakat dengan penilaiannya?” Menatap wajahnya yang memerah geram dalam dimensi lain. Dan cermin hanya menampakkan jerawat serta kerutan yang menyembul di jidat, juga lubang pori-pori serta bercak hitam di kulit pipi, tepian hidung yang tak mancung.

“Dasar brengsek! Dia ingin menjatuhkan saya!” Prak. Ia menghajar wajahnya dalam dimensi lain. Dan cermin tak pernah berteriak* hanya menampakkan retakkan yang berpusat pada seraut wajah di dalamnya. Ia kecewa tak mendapat jawab dari kejujuran cermin tentang dirinya dan ia sadar akan hal itu. Namun ada kantung-kantung memori yang terabai, sedaritadi ia tak sempat menilik, menampakkan dan merefleksikan seutuhnya di otak..

 

Pondok ASAS, Depok, 280308

* nukilan sajak Sapardi Djoko Damono “Cermin 1”.

Leave a comment