Juandi Rewang

Jangan Taburi Kami dengan Pentungan dan Peluru

 

Jangan taburi kami dengan pentungan dan peluru,

Sebab tak ada sengketa antara kita,

Kami hanya ingin bicara tentang kebenaran,

Sebab tak ada senjata kami genggam,

Cuma poster di tangan kiri,

Bunga di tangan kanan,

Dan semangat yang bermekaran di dada

Sebab darah yang mengucur,

Hanyalah api yang akan mengorbankan jutaan kami di tempat lain

Sebab darah yang mengucur,

Hanyalah bensin yang akan membuat perlawanan semakin menjadi-jadi

Jangan taburi kami dengan pentungan dan peluru,

Sebab ibarat bunga,

Kau duri dan kami mawar,

Yang harus kau lindungi.

Dipatiukur, April 1996

Valentine

 

Aku datang padamu, jeruji

Ada waktu yang detaknya bukan milikku,

Ada nafas yang desahnya bukan dengusku,

Ada pintu yang kuncinya tidak padaku.

Aku datang padamu,

Menghirup pahintya jamuan kekuasaan.

Jalan jawa, 14 Februari 1998

Aku Adalah Bayangmu

 

Aku adalah bayangmu

Jika aku kering kerontang

Maka kering juga jiwamu

Tak ada mata air kesadaran

Untuk menyisakan sejengkal hutan,

Dalam hidupmu untukku

Jiwa aku sakit,

Maka sakit juga peradabanmu

Aku adalah bayanganmu,

Terpantul dari cermin telaga sunyi,

Yang tak pernah kau ziarahi

Oktober 2009

 

Senja Telah Meminangku

 

Senja telah datang meminangku.

Mengulurkan tangannya lewat jeruju

Merangkul kepadaku,

Lalu berbisik:

“Aku tak ingin mengirim-mu kesedihan,

Sebab gerimis ini terlalu terlalu manis untuk sebuah tangis.

Basuhlah lukamu,

Jalanan sudah dipenuhi kembang perlawanan,

Peluru dan panser tak mampu lagi membungkam”.

Aku memeluk senja di antara jeruji

Tubuhnya basah oleh gerimis

Kami terus bercengkrama

Sampaii kelelawar menjemputnya pulang

Kebonwaru, 10 Mei 1998

*Puisi-puisi di atas diambil dari Antologi Puisi Tembang Demonstran (Pra Terbit) yang di Lounching-kan pada Acara Reuni Keluarga Aktivis Unpad di Gd. Indonesia Menggugat, dan dimusikalisasikan oleh Mukti Mukti.

Leave a comment